Oleh: Muchammad Fadllin Ali Ridlo
JEMBER – Pendahuluan Esensi dari pendidikan adalah adanya proses transfer nilai, pengetahuan dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena itu, ketika kita menyebut pendidikan Islam maka akan mencakup dua hal: mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam dan mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.
Dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa pendidikan hendaknya meliputi beberapa hal, sebagaimana yang terungkap dalam Q.S. Luqman: 1-34, yang intinya pendidikan hendaknya memberi penyadaran potensi fitrah keagamaan, menumbuhkan, mengelola dan membentuk wawasan, akhlak serta tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam, menggerakkan dan menyadarkan manusia untuk senantiasa beramal saleh dalam rangka beribadah kepada Allah azza wajalla.
Dalam menghadapi era industri 4.0, tantangan pada dunia pendidikan adalah penanaman nilai- nilai pendidikan yang perlu dikembangkan. Menurut Guilford penerapan dari pendidikan nilai yang dikembangkan adalah: 1) anak dididik dan dilatih dengan cara bekerja sambil belajar. Kecerdasan berfikir anak dikembangkan dengan seluas-luasnya; 2) memupuk kepribadian anak dengan kepribadian Indonesia sehingga menjadi pribadi yang dinamis, percaya diri, berani, bertanggung jawab dan mandiri; 3) pelajaran tidak hanya diberikan pada jam pelajaran saja, tetapi juga dalam setiap kesempatan di luar jam sekolah; dan 4) teladan berupa perbuatan baik diterapkan karena lebih berhasil dalam membina watak yang baik. Hal inilah yang membedakan manusia dengan mesin di era globalisasi industri ke-4.
Kirschenbaum menyatakan bahwa pendidikan nilai pada dasarnya lebih ditujukan untuk memperbaiki moral bangsa. Pendidikan nilai mengajarkan generasi muda tentang value dan moral yang seharusnya dimiliki. Pendidikan nilai ditujukan untuk mencegah antara lain meningkatnya kasus kejahatan, degradasi moral dan penggunaan obat-obatan terlarang oleh generasi muda. Melalui pembelajaran berbasis nilai diharapkan siswa dapat menentukan nilai baik dan buruk dalam kehidupan sehingga dapat memilih nilai yang baik untuk peningkatan kualitas hidupnya di dalam masyarakat. Tapi pada kenyataanya, semakin pesatnya arus teknologi justru siswa-siswa semakin terlena dan memiliki sikap yang enggan bertanggung jawab, degradasi moral dan meningkatnya kasus kejahatan di kalangan siswa.
Dengan adanya aplikasi media sosial yang mempermudah dalam mengakses informasi dan komunikasi mengakibatkan menjamurnya kejahatan di media online. Hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan nilai dan tantangan bagi pendidik untuk menguatkan karater moral siswa agar tidak terjerumus dan terlena dengan pesatnya teknologi industri 4.0.
Salah satu substansi dari pendidikan Agama Islam adalah pendidikan moral merupakan suatu upaya membantu peserta didik dalam menuju satu tahap perkembangan sesuai dengan kesiapan mereka.
Dilema-dilema moral sudah cukup untuk menggerakkan perkembangan moral untuk membantu peserta didik dalam menyikapi isi nilai. Untuk meningkatkan keberhasilan program pendidikan moral, maka upaya pendidikan tersebut haruslah dilakukan dalam satu just school environment. Nilai-nilai yang mulai tergerus akibat tranformasi industri 4.0 adalah sebagai berikut :
Nilai Kultural.
Nilai kultural adalah nilai yang berhubungan dengan budaya, karakteristik lingkungan sosial dan masyarakat. Pendidikan dapat menolong siswa untuk melihat nilai-nilai kultural sosial secara sistematis dengan cara mengembangkan keseimbangan yang sehat antara sikap terbuka (openness) dan tidak mudah percaya (skepticism).
Nilai Yuridis Formal. Nilai Yuridis Formal adalah nilai yang berkaitan dengan aspek politik, hukum dan ideologi.
Nilai sosial politik suatu bahan ajar merupakan kandungan nilai yang dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku sosial yang baik ataupun berpolitik yang baik dalam kehidupannya.
Nilai Religius. Mempertahankan nilai-nilai tersebut merupakan tantangan terberat dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Perkembagan zaman menuntut manusia lebih kreatif karena pada dasarnya zaman tidak bisa dilawan. Revolusi industri 4.0 banyak menggunakan jasa mesin dibandingkan manusia. Tetapi ada hal penting yang membedakan mesin dengan manusia yaitu dari segi nilai kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh mesin. Penanaman nilai inilah yang perlu diperkuat untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa, khususnya di dunia pendidiakan.
Pendidikan Agama Islam di Era Revolusi Industri 4.0 Adanya tantangan dalam bentuk sebuah permasalahan sebisa mungkin diiringi dengan solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dunia pendidikan saat ini mulai disibukkan untuk menyiapkan generasi yang mampu bertahan dalam kompetisi di era industri 4.0. Dalam menghadapi era ini, beberapa hal yang harus dipersiapkan diantaranya: a) persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif dan terampil, terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy; b) rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan; c) persiapan sumber daya manusia yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0; d) peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
Berdasarkan hal tersebut, dalam pembahasan ini solusi dari tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 ialah sebagai berikut:
Kesesuaian kurikulum dan kebijakan pendidikan di Indonesia
Kesesuian kurikulum dan kebijakan pendidikan dapat dilihat salah satunya melalui kompetensi yang dimiliki oleh lulusan pendidikan. Menengok pendidikan di Indonesia saat ini masih diselimuti dengan berbagai macam problematika yang kurang mendukung siswa untuk dapat bertahan di era indutrsi 4.0 tentu menjadi kajian yang harus ditemukan solusinya. Adapun tawaran solusi sekaligus saran pada beberapa pihak terkait dengan dunia pendidikan Agama Islam, di antaranya: a) tidak menjadikan kurikulum hanya sebagai dokumen tertulis yang tidak diterapkan dengan baik. Hal ini sering kali terjadi, ketika kurikulum sudah tersusun sedemikian mapan, namun dalam pelaksaanaan justru tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum; b) mewujudkan pendidikan agama Islam yang mengarah pada kemampuan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik; c) melakukan evaluasi kebijakan dan atau kurikulum lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang berdasarkan pada orientasi kebutuhan pendidikan, bukan politisasi.
Kesiapan SDM dalam Pemanfaatan ICT
Saat ini, menyiapkan semua sistem pendidikan yang ditujukan untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki generasi milinieal tentunya tidak bisa lepas dengan peralatan teknologi terkini. Oleh karena itu, solusi dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan tantangan di era revolusi industri 4.0 akan selalu berkaitan dengan kesiapan sumber daya manusia dan sarana prasarana sebagai pengguna ICT.
Faktanya di Indonesia saat ini, tidak semua pendidik mampu dalam memanfaatkan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan 62,15% guru jarang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pembelajaran; dan 34,95% guru kurang menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi . Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan pendidik, faktor usia, dan masih terikat dengan penggunaan media konvensional. Pemahaman pendidik tentang pentingnya memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran juga masih rendah. Hal tersebut tentunya bertolak belakang dengan harapan yang tertuang sebagai solusi dalam menghadapi era industri 4.0. Ditinjau dari permasalahan pendidikan di Indonesia yang memiliki daerah-daerah terpencil dan terisolir, maka minimnya keterampilan pendidik dalam menggunakan ICT justru akan memperburuk permasalahan.
Pendidik yang diharapkan memiliki kemampuan dalam ICT sangat dibutuhkan mulai dari pendidik anak usia dini, hingga pendidik di perguruan tinggi. Besar harapan agar pendidik memiliki keterampilan dalam ICT sehingga akan mampu pula mendampingi anak dalam memanfaatkan teknologi yang ada dan mampu memberikan kemudahan pendidikan untuk seluruh masyarakat.
Kesiapan SDM dalam mengoptimalkan kemampuan dan karakter siswa
Solusi lain untuk menjawab tantangan pendidikan agama Islam di era industri 4.0 yaitu dari segi kemampuan dan pembentukkan karakter siswa. Hal ini tentu tak lepas dari tujuan pendidikan era indutri 4.0 untuk memperoleh lulusan pendidikan yang kompten di era saat ini, bukan hanya anak mampu memanfaatkan ICT tetapi juga mampu kompeten dalam kemapuan literasi, berpikir kritis, memecahkan masalah, komunikasi, kolaborasi, dan memiliki kualitas karakter yang baik.
Mengoptimalkan seluruh kemampuan siswa dapat dilakukan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Pada era industri 4.0, pembelajaran diharapkan lebih banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk kreatif, memecahkan masalah, mengoptimalkan kemampuan literasi dan numeracy, kolaborasi, dan berpikir kritis. Berdasarkan paparan tersebut, berbagai macam pendekatan, strategi dan metode yang digunakan pendidik harus dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang diharapkan di era industri 4.0. Setiap pendidik memiliki pilihan masingmasing yang tentu disesuaikan dengan karakteristik siswanya. Selain kemampuan kognitif siswa, karakter atau pengembangan nilai pada diri siswa juga sangat dibutuhkan.
Hal itulah yang membedakan antara manusia dengan robot atau mesin. Seperti yang telah dipaparkan dalam kajian tantangan era revolusi industri 4.0, poin yang perlu dicermati yaitu harus ada pembedaan antara manusia dengan mesin, sehingga apapun yang terjadi dengan perubahan zaman, manusia tetap dibutuhkan dalam dunia kerja.
Oleh karena itu, pendidikan di era revolusi industri 4.0 harus mampu mencetak siswa yang berkarakter sehingga tidak hanya bertahan pada zamannya tetapi juga mampu mengkritisi zaman.
Beberapa langkah untuk mewujudkan siswa yang berkarakter, di antaranya: 1) mengenalkan siswa dengan nilainilai yang dimiliki bangsanya melalui pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan nilai di lingkungan terdekat anak, khususnya keluarga Anak didik dan dilatih dengan cara bekerja sambil belajar.
Kecerdasan berpikir anak dikembangkan dengan seluas-luasnya; 4) memupuk kepribadian anak dengan kepribadian Indonesia sehingga menjadi pribadi yang dinamis, percaya diri, berani, bertanggung jawab dan mandiri; 5) pelajaran tidak hanya diberikan pada jam pelajaran saja, tetapi juga dalam setiap kesempatan di luar jam sekolah; dan 6) contoh perbuatan baik diterapkan karena lebih berhasil dalam membina watak yang baik. Adanya keseimbangan antara kemampuan kognitif dan karakter yang dimiliki siswa itulah yang harus dijadikan tujuan dari pendidikan di era sekarang. Dalam hal ini, dibutuhkan kesiapan semua pihak untuk dapat memberi pemahaman, teladan, dan evaluasi dari pembiasaan nilai dalam kehidupan seharihari.
Berdasarkan paparan tersebut, solusi dalam segi kesiapan sumber daya manusia dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia untuk menjawab tantangan pendidikan agama Islam di era industri 4.0, dapat diperinci sebagai berikut:
Memberikan pemahaman atau pengetahuan kepada seluruh pendidik untuk mampu memanfaatkan ICT dalam pembelajaran, membimbing siswa dalam menggunakan ICT dan mempermudah pelaksanaan pendidikan Islam.
Memberikan pelatihan, pendampingan, dan evaluasi secara kontinu pada pendidik untuk mewujudkan pendidik responsif, handal, dan adaptif.
Menyiapkan pendidik untuk dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif.
Memberikan pendidikan kewarganegaraan yang bermakna bagi siswa, sebagai bagian dari pendidikan nilai untuk mewujudkan manusia yang berkarakter.
*Penulis adalah seorang Pengajar aktif di Pondok Pesantren Nurul Qarnain Sukowono Jember yang bertanah kelahiran di desa Setail, Genteng, Banyuwangi. Saat ini sedang menempuh Pendidikan Magister di Pascasarjana IAIN Jember Prodi PAI Program Beasiswa Guru Madin Jatim.
Publisher : Teddy
Komentar