Berita sidikkasus.co.id
Banyuasin – Suasana di Desa-Desa di Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin (Banyuasin 2) Sumatera Selatan (Sumsel) sudah tidak seperti 22 tahun silam.
Sejak 20 tahun lalu, ratusan keluarga yang ada di desa-desa bekas sarang PKI itu, sudah tidak lagi memiliki tanah untuk bercocok tanam.
Puluhan ribu hektar tanah di desa-desa bekas sarang PKI itu ludes terjual kepada para pemodal melalui tanggan-tnggan kecil oknum pemerintah desa setempat.
Ribuan hektar lahan subur di desa-desa yang ada disana sudah 20 tahun dikuasai oleh para pemilik modal.
Akibat terbuai oleh iming-iming tumpukan rupiah, banyak oknum perangkat desa di desa-desa setempat berkomplot untuk menjual lahan-lahan tidur didesa-desa di Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin (Banyuasin 2) dengan cara mengatasnamakan warga desa setempat.
Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki otoritas untuk mengendalikan penguasaan lahan namun kehadirannya hingga hari ini sama sekali belum terlihat.
Atas nama untuk nilai tambah ekonomi, ekspansi perkebunan kelapa sawit justru belakangan secara terstruktur kian membuat masyarakat desa di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin makin melarat panjang.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia Adenia, Jumat (12/6/2020), mengatakan, Penguasaan lahan tidur di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) dilakukan demi kepentingan investasi. Bukan kesejahteraan yang didapat oleh masyarakat setempat dari bisnis ini tapi malah justru memiskinkan rakyat.
20 tahun lalu, Pemerintah daerah mendorong investasi dengan orientasi utama untuk pendapatan asli daerah. Namun, yang terjadi, pembelian lahan tidur di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin justru menyebabkan pemiskinan secara struktural dan kultural.
Warga di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) hingga hari ini belum mempunyai kemampuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kemiskinan telah menjadi lingkaran setan dan akan terus terjadi secara turun-temurun dalam keluarga.
”Di sejumlah desa di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) kasusnya seperti itu.
Kenapa, karena hingga hari ini tak satu sen pun hasil panen dari kebun plasma yang ada disana diberikan kepada masyarakat setempat.
Pemerintah Kabupaten Banyuasin menggenjot investasi, tetapi investasi itu selama 20 tahun terakhir belum berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat desa,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia, Ansori AK mengatakan, tidak memiliki aturan dalam mengendalikan kepemilikan lahan untuk mencegah monopoli penguasaan lahan adalah celah sebagai pintu masuk bagi para pemodal untuk menguasai lahan desa di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel).
Selain itu, ketiadaan aturan untuk mencegah penggunaan lahan sebagai komoditas dan obyek spekulasi merupakan angin segar bagi para pemilik modal.
Akibatnya, distribusi lahan desa di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) semakin timpang.
Pada akhirnya, kondisi ini tidak hanya memiskinkan, tetapi juga memperlebar ketimpangan ekonomi di desa di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel).
Mengacu kepada data yang kami miliki, 75 persen aset berupa tanah, dan perkebunan serta properti dikuasai hanya 0,2 persen penduduk desa di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel).
Penelitian kami tahun 2019 menunjukkan, rumah tangga tani yang ada di desa-desa di sana hanya menguasai lahan rata-rata 0,01 hektar per keluarga.
Sekitar puluhan ribu rumah tangga tani lain hanya menguasai lahan kurang dari 0,02 hektar per keluarga. Padahal, skala ekonomi untuk satu keluarga minimal 2 hektar. Itu mutlak Perintah Konstitusi.
”Jika kita mau konsisten dalam menjalankan perintah konstitusi, semestinya pemerintah mengusahakan keadilan distribusi aset-aset ekonomi, bukan malah justru meliberalisasi aset-aset ekonomi seperti yang terjadi di des di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) selama 20 tahun terakhir,” kata Ansori AK.
Kasus Desa Tanjung Merbo
Penguasaan lahan desa oleh pemilik modal, antara lain, ditemukan di Dusun Talang Tengah, Dusun Talang Belukar, Tanjung Sek dan Tanjung Merbo.
Penguasaan lahan desa oleh pemilik modal di setiap dusun tersebut diperkirakan mencapai 2500 hektar.
Hasil penelusuran Kantor Berita Sidikkasus.co.id Sumatera Selatan di Desa-Desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) mengungkap.
Di Desa Tanjung Merbo, penguasaan lahan antara lain merambah wilayah sekitar Kawasan Dusun Talang Tengah, Dusun Talang Belukar, Tanjung Sek, dan Merbo.
Lahan itu, antara lain, terdapat di Desa Tanjung Merbo, Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Kantor Berita Sidikkasus.co.id Sumatera Selatan Adeni Andriadi mengatakan, pembelian lahan oleh pemilik modal dari luar daerah terjadi sejak tahun 2000-an.
Di Desa Tanjung Merbo, menurut orang nomor satu di Kantor Berita Sidik Kasus Sumatera Selatan itu, pemilik modal sudah menguasai ribuan hektar. Lahan itu dikuasai oleh pemilik modal dengan luas ribuan hektar.
Sejauh ini, pemilik modal memang sudah memanfaatkan lahan itu, yakni untuk kebun kelapa sawit dan karet. Setiap pemanfaatan lahan sama sekali tidak menyerap tenaga kerja dari desa bekas sarang PKI (itu).
Sementara itu, ada beberapa orang pengusaha membiarkan lahan untuk menganggur. Hal ini, antara lain, dijumpai di sepanjang Desa Tanjung Merbo. Kawasan sepanjang 15 kilometer (km) itu dikuasai oleh dua tiga orang pemilik modal.
Sejumlah papan penanda dipasang di lahan itu untuk menegaskan kepemilikan lahan, baik atas nama pribadi maupun korporasi. Desa Tanjung Merbo yang berbukit itu sebenarnya berpotensi untuk dijadikan kawasan agrowisata dan agropolitan.
Menurut tokoh masyarakat setempat, Ahmad (70), harga tanah di Desa Tanjung Merbo Rp 500-Rp 1.000 per meter persegi pada tahun 1999. Saat ini, harga tanah sekitar Rp 200.000 per meter persegi.
Harga tanah di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) terus melesat. Kondisi ini terasa sekali setelah kawasan itu dijadikan perkebunan.
Apalagi, Presiden Jokowi sudah melakukan pembangunan Tol Kayuagung Palembang Betung untuk mendukung pengembangan sektor pertanian. Pembangunan tol itu sudah selesai berapa bulan lalu.
Pembelian lahan tidur juga terjadi di Desa Rambutan, Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2), Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel). Nang (59), warga Desa setempat, mengatakan, sebagian besar lahan di desanya dikuasai oleh pemilik modal. ”Sekitar 70 persen lahan sudah dimiliki oleh pemodal dan orang-orang kaya dari luar desa,” ungkapnya.
Lahan tidur di Desa Rambutan diincar oleh investor perkebunan kelapa sawit dan peternakan. Desa Rambutan dinilai strategis karena berjarak hanya 20 kilometer dari Kota Palembang.
Sejumlah Desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) juga mengalami kondisi serupa, salah satunya adalah Desa Tanjung Merbo.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia, Adenia, investor tertarik membeli lahan di Desa Tanjung Merbo karena ada banyak potensi di desa bekas sarang PKI itu.
”Dengan iming-iming uang tunai, banyak warga desa setempat menjual lahan dan kebun milik mereka,” ungkapnya.
Desa Tanjung Merbo dikenal sebagai desa bekas sarang PKI. Disana ada investasi kebun milik PT Alam Subur yang kini sudah meraup keuntungan yang cukup besar.
Masyarakat setempat tidak tahu rencana pembangunan didesanya dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Karena itu, mereka tidak mengetahui nilai ekonomi lahan desa pada tahun-tahun mendatang. Pemodal justru memiliki akses tersebut.
Ketimpangan
Pembelian puluhan ribu hektar lahan di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) oleh PT Alam Subur sebagai pemodal terbukti tidak memberikan nilai tambah ekonomi yang berarti dan berkelanjutan bagi masyarakat desa di desa-desa yang ada disana. Masyarakat setempat justru hidup dalam kemiskinan.
20 tahun lalu, Kabupaten Banyuasin merupakan daerah tujuan investasi tingkat nasional. Tapi hingga hari ini angka pengangguran di Kabupaten Banyuasin terus mengalami peningkatan.
Jumlah penduduk miskin di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) pun terus bertambah.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia Adenia mengingatkan, kondisi semacam ini kian mengkhawatirkan. Petani cenderung menjual lahan karena sektor pertanian tidak menjanjikan perbaikan kesejahteraan.
”Lahan desa semestinya dipertahankan untuk pertanian. Syaratnya, pemerintah harus menjamin pendapatan sektor pertanian. Persoalannya, jaminan itu tidak ada,” ujarnya.
Pengembangan investasi di desa-desa di Kecamatan Rambutan (Banyuasin 2) Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) seharusnya bisa dilakukan dengan meningkatkan kapasitas produksi masyarakat desa.” ujarnya.
Tim Kantor Berita Sidik Kasus Sumatera Selatan
Komentar