Lebay Itu Indah

Bila kita selalu bisa memaafkan kesalahan, hidup kita akan selalu sehat dan indah.

Ketika sesuatu hampir ada digenggaman dan akhirnya lepas, marah atau kecewa ataupun sedih akan menjadi akibat karena tampak logis bagi manusia.

Yang membedakan ialah apakah manusia (Itu) tetap berfikir dan berbahasa baik atau malah mengeluarkan sumpah serapah dengan segunung alasan.

Hafidz mencoba memberikan pengertian kepada Fatimah bahwa sekecewa apapun terhadap suatu hal bukan berarti memberikan peluang mencari alasan atau berfikir apa lagi berucap yang tidak baik.

Karena tak ada nilai tambah sedikitpun dari setiap alasan yang dibuat-buat dari bahasa yang tidak baik atau menyindir.

Walau Fatimah mempunyai sifat manja meski kadang “ngeyel”, tapi ketulusan, dan kerendahan hati, mau belajar, menerima apa adanya menjadi nilai tambah yang sangat berarti buat Hafidz.

Karena sifat mau menerima kebenaran dengan tulus tanpa kesombongan yang berkedok “ego-inilaha aku”, menjalani hidup dalam satu atap menjadi tampak lebih mudah.

Sudah menjadi prinsip Hafidz dan Fatimah dalam menjalani hidup bahwa sebuah peristiwa selalu dinilai dari sudut solusi kebaiakan bukan dari penghakiman benar atau salah.

Mereka tetap berfikir postif walau dalam keadaan situasi yang sangat negative. Bagi mereka, bukan hak mereka untuk membeci orang yang dianggap salah apa lagi mengeluarkan kata yang tak baik atau menyindir atau malah memojokan.

Mereka selalu ingin menjaga hati mereka tetap bersih dan tak ingin menghabiskan tenaga untuk berpraduga walau itu benar. Bilapun mereka ingin merubah sesuatu, pastinya mereka tetap mengedepankan rasa hormat bahwa setiap manusia punya cara berfikir berbeda dan bertindak lain-lain.

Sebagai kepala rumah tangga, Hafidz mencoba mendengar apa yang menjadi keluhan Fatimah. Pengertian dan kelembutan dijadikan hafidz sebagai kendaraan untuk berkomunikasi dan berprilaku.

Tapi, ada suatu ketika Hafidz begitu keras dan teguh pada pendiriannya dan memang menuntut untuk memutuskan dengan cara berfikir atau dianggap baik.

Sebagai istri yang baik, Fatimah akan mengikuti setiap keputusan Hafidz. Bilapun tak setuju, biasanya Fatimah tidak akan langsung menolak saat itu juga tapi ia akan mencari waktu yang tepat saat mereka berdua dalam keadaan tenang dan relax.

Semangat untuk memberikan yang terbaik serta memaafkan ketidak sempurnaan satu sama lain dan kekhilafan, menjadi modal dasar kuat dalam memelihara pilar rumah tangga mereka agar bisa tetap kokoh.

Walapun harus berargumentasi sengit mereka tetap berfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan tanpa mengikut sertakan kesalahan kesalahan masa lalu. Karna mereka punya semangat bahwa cinta itu untuk mencari jalan keluar bukan mencari kesalahan.

Sebagai istri, walau Fatimah memiliki sifat melankolis dan cepat tersentuh, ia tetap sadar harus bisa menjadi penyeimbang Hafidz. Iapun tidak melulu harus dimengerti oleh suaminya, kadang ia harus tampak sebagai tempat berkeluh kesah atau sisi manja untuk seorang laki-laki yang memang tdk selalu muncul.

“Dee..kk apa pun yang kita lakukan bukan seperti kegiatan jual beli dipasar. Walau kebaikan yang kita berikan tidak diterima, kita tetap terus semangat memberikan kebaikan lainnya. Hindari kata mengancam, menyalahakan apa lagi berprasangka” nasehat Hafidz pada Fatimah saat mereka dalam keadaan tenang.

“InsyaAllah kak. Saya akan selalu tulus menyayangi kakak walau dalam kepedihan yang mendalam. Bila kita selalu bisa memaafkan kesalahan, hidup kita akan selalu sehat dan indah. Seindah ketulusan mu padaku kak..” jawab Fatimah sambil memegang pipi hafidz dengan kedua belah tangganya yang lembut.

Cie..Cie..

Tim Kreatif Kantor Berita Sidik Kasus Sumatera Selatan

Komentar