Biar Miskin Asal Sombong

ARTIKEL

Kita semua memiliki gaya hidup berbeda-beda. Ada yang memprioritaskan untuk masa depan, ada yang tidak bersiap siap alias fokus terhadap apa yang ada di hari ini.

Tapi seiring perubahan zaman, gaya hidup manusia kian berubah-ubah, perubahan gaya hidup manusia dilandasi oleh perubahan zaman dan inilah menyebabkan lahirnya kaum miskin urban.

Siapakah kaum miskin urban itu? Jawabannya adalah orang orang yang mendahulukan gaya hidup mereka daripada kebutuhan mereka (mendahulukan kebutuhan sekunder daripada kebutuhan primer). Padahal pendapatan mereka tidak sesuai dengan gaya mereka. Kaum kaum ini banyak sekali kita jumpai di negara tercinta kita tanah air Indonesia.

Terutama di desa dan di kota besar seperti Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Sebetulnya mereka tidak benar benar miskin tetapi walaupun penampilan mereka terlihat seperti orang kaya, jumlah uang cash ataupun di ATM mereka pasti sama seperti uang jajan saya waktu SMA.

Apa yang menyebabkan mereka menjadi seperti itu? Jawabanya adalah GENGSI !!

Gengsi mereka terlalu tinggi dan membuat mereka tidak menyadari bahwa mereka membawa dampak-dampak negatif bagi Indonesia, contohnya adalah memiliki barang barang kreditan seperti mobil dan sepeda motor, siapa sih yang tidak ingin memiliki kendaraan pribadi?

Mobil adalah senjata pamungkas bagi orang-orang zaman sekarang, karena tidak kepanasan , ber-AC dan kelihatan prestige (kemewahan) nya. Itupun kalau mereka serba berkecukupan dan mampu membeli mobil baru secara cash.

Tapi kalau salah mindset dan menggunakan sistem kredit ini yang sudah fatal. Memang benar kalau punya mobil sangat senang tapi kalau setiap tanggal awal bulan, uang yang seharusnya dipakai untuk makan malah pergi ke lesing kan repot juga.

Hal hal seperti inilah yang membuat indonesia semakin bertambah macet karena mudahnya mendapatkan mobil dengan menggunakan sistem kredit dengan alasan gengsi.

Entah gengsi karena iri dengan tetangganya atau bahkan hanya iri karena banyak teman teman nya yang foto di dalam mobil bersama keluarga atau malah untuk melakukan perbuatan yang tidak tidak di dalam mobil.

Mungkin inilah yang membuat indonesia tidak mengalami kemajuan. saya pernah membaca kutipan seorang tokoh politik dan ekonom dari kolombia yang bernama Gustavo Petro yang berisi “A developed country is not a place where the poor have cars. It’s where the rich use public transportation.” (negara yang maju bukanlah tempat dimana orang yang miskin memiliki mobil, tetapi dimana si kaya menggunakan transportasi umum)

Selain kendaraan pribadi kaum-kaum miskin urban yang ingin dianggap kaya juga membeli gadget terbaru yang mahal seperti GoPro, Iphone hanya demi kepentingan like di Instagram.

Padahal diam-diam ternyata barang barang “terbaru” tersebut masih kreditan. Entah mereka tidak percaya diri kalau tidak memegang gadget terbaru atau alasan lain tetapi saya selalu berfikir bahwa apabila kita mengikuti tekhnologi terbaru tidak akan ada habisnya karena tekhnologi akan selalu berinovasi.

Penampilan mereka juga tidak mau kalah, selalu membeli pakaian pakaian mahal yang bermerk dan bergaya mewah dari ujung rambut sampai ujung kaki, tidak lupa dengan aksesorisnya agar terlihat semakin “nge jreng” rela utang sana sini agar saat kondangan tidak malu.

Parahnya terkadang ada juga orang yang membeli barang bermerk tetapi barang barang tersebut adalah barang barang KW setidaknya apabila ingin bergaya atau terlihat berkelas/classy belilah barang barang yang original.

Tapi apa yang dibanggakan? kalau demi gaya banyak hal hal yang dikorbankan lebih baik menggunakan pakaian pakaian yang biasa saja.

Berapapun penghasilan kamu akan cukup untuk bertahan hidup tapi tidak akan cukup untuk gaya hidup. Bahkan ada yang memamerkan barang yang bukan milikanya seperti laptop gaming atau meja billyard.

Demi ke eksistensian kaum miskin urban juga pilih-pilih tempat jalan seperti Starbucks, rumah opa, java dancer, madam wang. Namun bagi kaum kaum salah mindset ini tempat seperti ini adalah kebutuhan primer. Kenapa mereka sampai rela mengeluarkan ratusan ribu demi sekedar makan dan minum kopi? Jawabannya adalah untuk menunjukkan kepada orang orang lain.

Mereka merasa bangga apabila sudah check in di Path di tempat tempat mahal atau posting di Facebook Instagram dan snapgram.

Terkadang saya sering menjumpai mereka hanya memesan menu yang paling murah tapi nongkrongnya lama supaya bisa menunjukkan di sosial media mereka.

Terkadang mereka sok membayarkan minuman atau makanan teman mereka agar mendapatkan pengakuan dari teman-temannya bahwa dia adalah orang yang kaya atau mampu.

Miris sekali kehidupan mereka penuh kebohongan dan kurang menikmati kehidupan mereka namun entahlah apabila mereka menikmati gaya hidup mereka ya saya no comment saja.

Bahkan travelling yang dulunya berfungsi untuk menenangkan pikiran atau mencari inspirasi sekarang malah kehilangan esensinya, mungkin karena efek media sosial dan banyaknya kaum miskin urban penyebabnya.

Sekarang travelling sudah menjadi salah satu kegiatan mainstream yang dianggap paling keren dan paling “wah”, agar keliahatan kaya dan sering jalan-jalan keluar kota/negeri padahal untuk pencitraan saja, salah satu teman saya ada yang bela-belain sering travelling ke pantai dan gunung yang sedang ngehits hanya untuk postingan instagram nya atau check in path.

Terkadang pergi ke pantai di balai kambang tapi bilangnya di kuta bali terlihat sekali bohongnya.

Lumayan menggelitik apabila melihat orang orang macam ini. Atau bahkan memaksakan diri pergi ke luar negeri seperti singapura atau malaysia hanya demi foto di depan patung merlion atau berfoto di depan twin tower kuala lumpur dan membeli oleh oleh untuk dipamerkan di Indonesia. Namun untuk makan mereka untuk sebulan kedepan sangat kesulitan.

Menurut saya yang paling parah dari kaum miskin urban adalah social climber (panjat sosial) menurut Wikipedia social climber memiliki arti dibawah ini:

Social Climber:/noun// Definition of social climber for English Language Learners: someone who tries to gain a higher social position or status (such as by becoming friendly with wealthy people)

Yang memiliki arti seseorang yang ingin menggapai status sosial yang lebih tinggi (seperti berteman dengan orang orang kaya), hal ini adalah suatu cara bagi mereka untuk menaikkan status sosial mereka entah dengan berkata bahwa mereka adalah kenalan artis atau malah bersaudara dengan artis.

Bahkan semakin meyakinkan apabila mereka mengambil foto dengan artis-artis tersebut agar benar-benar disangka teman dekat artis tersebut.

Selain dengan artis mereka juga bergaul dengan orang orang kaya dan sering-sering berfoto dengan mereka dan dipost di instagram supaya dikira dia juga orang kaya padahal aslinya Cuma numpang tenar.

Tapi untuk berkumpul dengan orang-orang kaya atau artis ini mereka harus sering-sering nongkrong di tempat tempat yang mahal. Lagi-lagi membutuhkan uang yang banyak demi mendapat pengakuan. Sebegitu pentingnyakah pengakuan dari orang lain ?

Biasanya setelah merasa dikenal dengan golongan orang-orang kaya dan artist, kaum ini suka berlagak sombong dan merasa lebih hebat daripada orang lain.

Padahal pencapaian mereka baru nol besar dan penghasilan mereka belum tentu bisa menutupi hutang hutang kredit mereka. Sungguh ironis sekali.

Setelah saya mencari cari dan browsing browsing di internet, salah satu penyebab adanya kaum-kaum urban ini adalah memilih sosok-sosok panutan yang keliru melihat kemewahan gaya hidup artis-artis semacam keluarga Raffi Ahmad tapi masih mending kalau Raffi Ahmad karena masih ada usahanya tapi kalau yang dipakai panutan adalah Kim Kardashian ini sudah sangat salah, padahal Kim Kardashian terkenal karena sex tape (video sex) dengan Ray J tersebar dan video tersebut dibeli oleh vivid entertainment yang merupakan salah satu perusahaan video porno terbesar di united state of america atau negeri paman sam.

Kehidupan gemerlap the kardashians inilah yang ditiru oleh kaum-kaum urban dengan uang pas-pasan mereka memaksakan gaya hidup mereka agar supaya terlihat seperti the kardashians.

Membeli produk-produk mahal yang digunakan oleh the kardashians, meniru gaya mereka bahkan rela melakukan sulam alis supaya memiliki alis yang sama seperti the kardashians.

Sebetulnya tidak ada yang salah apabila ingin meniru niru gaya mereka tetapi tolong setidaknya disesuaikan dengan pendapatan dan pemasukan.

kenapa tidak memilih sosok panutan yang rendah hati seperti Bill Gates, Mark Zuckeberg, Jack Ma atau almarhum Steve Jobs.

Mereka adalah manusia manusia berkualitas yang tidak mementingkan gaya hidup mereka. The goal is to be rich not to look rich! Jadilah orang-orang yang kaya!

Jangan menjadi orang yang terlihat kaya, karena apabila kalian menggunakan kepura-puraan dalam menjalani hidup maka sampai akhir kalian akan hidup dalam kepura puraan.

Apabila anda masih belum berpenghasilan atau masih menumpang tidur dirumah orang tua tidak perlu bergaya mati matian demi mendapatkan pengakuan atau sekedar like di Instagram.

Pikirkanlah anak-anak kalian saat bekerja keras untuk membayar biaya pendidikan mereka di universitas atau di sekolah.

Sehingga kalian sadar bahwa mencari uang itu tidak mudah menghabiskan nya. Apalagi menghabiskannya untuk nongki-nongki kongkow di mall dan café café mahal.

Tidak perlulah kalian mencari ridha manusia agar disanjung dan dipuji bahkan dicemburui oleh orang lain padahal kalian mendzalimi diri kalian sendiri, atau dzalim terhadap keluarga kalian yang perlu kalian bantu.

Benar-benar tidak benar apabila dilihat dari sudut pandang manapun, dari sudut pandang agama salah, dari sudut pandang ekonomi pun salah, dari sudut pandang pembangunan juga salah.

Saya merasa beruntung lahir di keluarga yang mendidik saya agar senantiasa bersyukur dengan apa yang saya miliki sehingga tidak perlu merasa iri dan cemburu terhadap kepemilikan orang lain apalagi sampai memaksakan diri untuk bergaya bermewah-mewahan supaya mendapatkan pengakuan.

Semoga kaum-kaum miskin urban di Indonesia segera tersadar bahwa gaya tidak akan ada matinya apabila selalu mengikuti tren.

Tim Kreatif Kantor Berita Sidik Kasus Sumatera Selatan (Sumsel)

Komentar