Sholat Idul Fitri Dirumah

Berita,Sidikkasus.co.id

BERAPA hari ke depan akan menjadi ujian terberat bagi bangsa ini karena perang melawan covid-19 hingga hari ini belum tuntas.

Terhitung empat hari dari sekarang, umat muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.

Seperti yang lalu-lalu, jelang dan saat hari raya itu merupakan hari-hari ketika euforia umat muslim orang mencapai puncak. Euforia itu kemudian menciptakan kerumunan pada semua prosesnya.

Ada tradisi mudik, ada kebiasaan masyarakat menyerbu pasar dan pusat belanja untuk membeli pangan dan pakaian baru.

Pun, jangan lupa, dalam Idul Fitri disunahkan ibadah sholat Id, serta pertemuan dan kunjungan silaturahim yang selalu mengiringi prosesi ibadah tersebut.

Semuanya menyebabkan kerumunan, bahkan keramaian, sebuah situasi yang harus dihindari dalam upaya mencegah penyebaran covid-19.

Suka atau tidak, yang harus dilakukan ialah meminimalisasi, bahkan menghilangkan kerumunan. Di satu sisi dibutuhkan ketegasan pemerintah, di sisi lain dituntut kesadaran dan kedisiplinan masyarakat.

Keduanya mesti berkelindan, senapas, dan sebangun. Satu hitam, semua hitam. Tak boleh salah satu atau malah keduanya luntur jadi abu-abu.

Soal mudik tidak ada perdebatan, sudah dan ditetapkan dilarang. Meskipun masih banyak warga yang ngeyel dan memanfaatkan setiap celah untuk tetap pulang berlebaran ke kampung halaman, nyatanya tindakan tegas aparat semakin memperlihatkan progres yang positif dalam memberikan efek jera.

Pelarangan mudik harus tetap menjadi fokus. Apalagi, ada prediksi puncak pergerakan bakal terjadi pada 21 Mei. Akan tetapi, harus diakui, pekerjaan rumah (PR) terberat pemerintah saat ini ialah soal pembatasan atau pelarangan sholat Idul Fitri secara berjemaah di masjid atau lapangan.

Mengapa ini penting, karena Badan Intelijen Negara (BIN) memprediksi akan adanya potensi lonjakan kasus covid-19 lebih besar jika ada kegiatan kerumunan sholat Id yang dilaksanakan secara masif.

Aturan khusus yang melarang pelaksanaan sholat Id berjemaah di lapangan atau masjid di saat pandemi memang tidak ada. Namun, secara prinsip termasuk kegiatan yang dilarang oleh Peraturan Menteri Kesehatan No 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Masalahnya, ketika aturan itu diartikan secara tekstual, muncul suara-suara bahwa sholat Id berjemaah dalam jumlah banyak, di daerah yang tidak menerapkan PSBB alias zona hijau covid-19, diperbolehkan.

Mereka tidak tahu nihilnya kasus covid-19 di lingkungan kecil mereka belum menjamin daerah itu benar-benar bebas dari korona. Kemarin, dalam rapat terbatas secara daring yang dipimpin oleh Presiden, pemerintah meminta dengan sangat dalam rangka memutus mata rantai penyebaran covid-19, aturan larangan kegiatan keagamaan yang menimbulkan kumpulan orang banyak tidak dilanggar.

Menteri Agama juga mewanti-wanti pemerintah belum ada rencana untuk melonggarkan pembatasan kerumunan kegiatan agama.

Namun, boleh jadi seruan dan permintaan pemerintah itu tidak akan efektif. Tangan pemerintah tak akan menjangkau ke bawah, kecuali menggandeng organisasi keagamaan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.

Lewat ucapan dan fatwa merekalah pemerintah mesti meyakinkan umat bahwa yang dilarang bukanlah ibadahnya, melainkan pengumpulan orang dalam jumlah banyak.

Melalui mereka pula negara bisa meyakinkan rakyat bahwa pelarangan ini bukanlah kebijakan diskriminatif karena sesungguhnya penyebaran covid-19 juga tidak mengenal diskriminasi.

Oleh : Anto Narasoma

Komentar