Lembaga kesehatan dunia menegaskan pandemi virus korona jenis baru, covid-19, masih jauh dari kata selesai, termasuk di Indonesia yang diprediksi akan mengalami puncaknya pada pertengahan Mei ini.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memprediksi covid-19 akan mengalami penurunan pada Juni. Tentu dengan catatan pemerintah sukses melakukan upaya pelacakan yang masif dan isolasi yang ketat.
Untuk itulah, semua pemangku negeri ini wajib hukumnya untuk merespons dengan upaya lebih masif dalam menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Dalam menghadapi puncak pandemi ini, jelas dibutuhkan intervensi pemerintah yang lebih besar dan kedisiplinan warga.
Semakin kuat intervensi yang dilakukan pemerintah dan semakin tinggi kedisiplinan warga dalam menjalankan protokol kesehatan, prediksi itu mungkin terwujud.
Sebaliknya, jika tidak disiplin, puncak pandemi yang diprediksi pada pertengahan Mei atau sebelum Lebaran yang jatuh pada 24 Mei akan bergeser mundur, alias pandemi akan berlangsung lebih lama lagi.
Sejauh ini, seluruh larangan dalam PSBB dipatuhi. Akan tetapi, mendekati masa puncak pandemi, justru muncul pelonggaran kebijakan. Misalkan, pemerintah mengizinkan pebisnis menggunakan pesawat. Tujuan bisnis dan bukan mudik.
Padahal, pemerintah telah mengeluarkan aturan pengendalian transportasi selama masa mudik Idul Fitri dari 24 April hingga 1 Juni 2020 yang melarang penerbangan di dalam dan luar negeri.
Mulai 3 Mei, penerbangan bagi pebisnis meskipun ke wilayah zona PSBB dan zona merah penyebaran covid-19 termasuk yang dikecualikan. Pengecualian ini jelas membuat persepsi inkonsistensi pemerintah dalam meredam pandemi.
Apa keistimewaan pebisnis jika dibandingkan dengan warga negara lainnya di negeri ini? Apa juga urgensi pebisnis untuk mengantarkan barang produk mereka, merujuk alasan Kemenhub memberikan diskresinya?
Sudah ada petugas kurir yang mengurus pengiriman, tersedia di tempat asal dan tujuan barang.
Jadi, tidak dibutuhkan adanya perpindahan orang selain awak penerbangan. Apalagi tekologi saat ini telah memungkinkan bagi pebisnis untuk melakukan transaksi jual beli, negosiasi, bahkan hingga transfer uang secara jarak jauh.
Cermin inkonsistensi ini bukan kali ini saja. Sebelumnya sejumlah kebijakan memuat banyak pengecualian dan pelonggarannya. Hal serupa juga terjadi dalam kebijakan larangan mudik yang memuat dispensasi bagi yang memegang surat urgensi.
Warga dalam keadaan tertentu, seperti anggota keluarga ada yang sakit keras, meninggal dunia, atau istri hendak melahirkan, akan ditoleransi untuk mudik ke kampung halaman.
Belum lagi persoalan operasional industri dan perusahaan yang tetap berjalan selama PSBB jelas membuat efektivitas pencegahan penyebaran covid-19 dipertayakan. Pasalnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengeluarkan izin operasi ratusan perusahaan di saat PSBB, padahal tidak masuk industri yang diperbolehkan.
Untuk itulah, melalui forum ini kita mengimbau agar semua pihak mengakhiri tabiat inkonsisten. Semua telah sepakat, cara untuk memutus rantai penyebaran covid-19 dengan mencegah perpindahan manusia.
Sepatutnya pemangku kewenangan berpegang teguh dan konsisten pada prinsip tersebut memasuki puncak pandemi. Butuh kemampuan mengatasi situasi turbulensi dengan menampilkan konsistensi, dengan kesatuan gerak antarelemen baik antarinstansi pemerintah ataupun antarpemerintah dan warganya.
Oleh : Adeni Andriadi
Komentar