Berita Sidikkasus.co.id
Situbondo – Berlakunya PSBB dan Lockdown sebagai wujud penanggungan pencegahan wabah Covid-19 yang cara pelaksanaannya diatur dengan Standar Operasi Pelaksanaan diberbagai kota-kota atau kabupaten-kabuten di Jawa Timur membuat para aktifis LPLH (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup) Situbondo dan Germak (Gerakan Masyarakat Anti Korupsi) Banyuwangi angkat bicara terkait dengan dampak dan solusinya, tidak terkecuali di probolinggo, situbondo, banyuwangi merasakan dampak negatif dari pemberlakuannya terhadap masyarakat kecil pada umumnya, Rabu (29/4/2020).
Pemberlakuan Lockdown di kota-kota besar yang terdampak wabah covid-19 dianggap wajar sesuai statusnya yang ditetapkan pemerintah setempat berwenang dalam penangannya, namun di kota kecil atau kabupaten-kabupaten yang masih statusnya Physical Distancing sudah menggunakan S.O.P Lockdown, inilah yang membuat para aktifis-aktifis pemerhati lingkungan hidup dan masyarakat melontarkan unek-uneknya dan berharap kepada pemerintah kabupaten selaku pemangku kebijakan untuk melihat dengan lebih bijaksana terhadap masyarakat memberlakukan status Physical Distancing yang kenyataannya tidak sesuai S.O.Pnya bahkan tidak luput pada aktor-aktor dilapangan di pos-pos pengamanan covid-19 yang asal-asalan tidak menggunakan masker, sarung tangan, dlsb, justru malah tidak menjaga jarak alias berkumpul dalam jarak sangat dekat.
Akibat status Physical Distancing yang tidak sesuai dengan S.O.P nya membawa dampak negatif pada masyarakat kecil pada umumnya yang kesehariannya hanya pekerja buruh, kuli, pedagang, dlsb
Dwi Budiono selaku Penasehat dan Pengawas LPLH Mengatakan “Beberapa kota sudah mulai menjalankan PSBB. Bersliweran juga berita tentang orang-orang yang tidur di jalan atau emperan karena terkena PHK dan tidak mampu bayar kos-kosan atau kontrakan. Juga berita kematian karena kelaparan, atau pingsan karena lapar. Cuma yang terlihat pada upaya PSBB, lebih pada upaya menutup akses wilayah dari orang-orang yang datang dan pergi atau hanya sekedar lewat.
Mungkin akan lebih bagus jika disiapkan juga lokasi atau barak-barak isolasi, seperti camp-camp pengungsi, untuk para korban terdampak.
Menurutku, barak-barak atau camp-camp itu adalah salah satu pilihan untuk para korban terdampak, yang sudah tidak mampu lagi bayar kos-kosan atau kontrakan, atau bahkan untuk sekedar beli sebungkus nasi. Barak-barak atau camp-camp itu bisa jadi penawar terharap himbauan (larangan) untuk mudik atau pulang kampung.
Semoga kita semua slamet dari pagebluk ini, juga slamet dari dampak yang menyertainya, termasuk kelaparan.
Ndleming awan2 nang Paiton 28/04/2020.” Harapnya
Ilham Fahruzi selaku ketua LPLH menyikapi hal tersebut dan mengatakan, ” Begitulah apa-apa kalau dikerjakan bukan ahlinya dan tidak dibekali edukasi ilmu kesehatan sesuai S.O.P pada orang-orang yang jaga pos pengamanan covid-19 di kampung-kampung atau dusun-dusun sehingga amburadul dan ngawur tanpa prosedur yang jelas serta tidak paham apa yang harus dilakukan olehnya hanya mengikuti perintah kadesnya atau lurahnya yang salah kaprah antara status Physical distancing dengan S.O.Pnya tidak sinkron.” Kesalnya
Roelly Rosuli ditempat berbeda (Banyuwangi) selaku Ketum Germak mengatakan, “Masker Memang Penting Bapak, Namun Bahan Pokok Kebutuhan Sehari-hari itu Jauh Lebih Penting Bapak Bupati, Prioritaskan Sejuta Sembako.” Pintanya.
(Amin)
Komentar