Bantuan Sosial Tidak Tepat Sasaran

Oleh : Adeni Andriadi

NEGARA hadir dalam setiap kesulitan hidup rakyatnya ditengah wabah Covid-19.

Kehadiran negara tidak sebatas politik anggaran, tapi memastikan penyaluran bantuan sosial (Bansos) tepat waktu serta tepat sasaran.

Dari sisi politik anggaran, tampak nyata keberpihakan pemerintah untuk mengatasi penyebaran Covid-19 beserta dampaknya.

Namun, bantuan yang disalurkan ternyata belum sepenuhnya tepat sasaran karena ada banyak data yang digunakan tapi tidak akurat.

Keberpihakan dari sisi politik anggaran, misalnya, pada kesempatan pertama pemerintah melakukan refocusing dan relokasi APBN. Diperoleh dana Rp405,1 triliun untuk menanggulangi dampak ekonomi wabah covid-19, sebesar 27% atau Rp110 triliun dipakai untuk bantuan sosial (Bansos).

Pemerintah daerah pun melakukan refocusing dan relokasi APBD. Sejauh ini, per 16 April, terkumpul dana daerah Rp56,57 triliun. Sebanyak 31% atau Rp17,5 triliun dialokasikan untuk belanja hibah (Bansos) guna mengatasi dampak covid-19 di daerah.

Lebih dari cukup dana yang dipakai untuk bantuan sosial (Bansos). Eloknya, pusat dan daerah berkolaborasi guna menentukan sasaran bansos agar tidak terjadi tumpang tindih. Satu orang mendapatkan bantuan berlimpah, orang lain malah gigit jari karena tidak mendapatkan bansos. Kondisi seperti ini, jika terjadi, bisa memicu kecemburuan sosial.

Pencairan anggaran untuk bantuan sosial (Bansos) sudah tepat waktu. Bantuan diberikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan, jauh hari sebelum pemerintah melarang mudik.

Pulang kampung tidak hanya berkaitan dengan keperluan merayakan Lebaran. Sebagian pekerja di sektor informal telanjur pulang kampung akibat tidak ada lagi pekerjaan harian di Kota-Kota. Para pekerja informal paling rentan atas kebijakan kerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah. Ditambah lagi pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar melawan covid-19.

Pemberian bantuan sosial (Bansos) khusus untuk pekerja di sektor informal yang masih bertahan di kota bisa dianggap sebagai insentif atas kepatuhan mereka mengikuti kebijakan pelarangan mudik.

Harus tegas dikatakan bahwa penyaluran bantuan sosial (Bansos) masih perlu diperbaiki. Pada awalnya, bantuan sosial (Bansos) mendapat sentimen positif publik, tapi sekarang muncul penilaian yang negatif. Implementasi penyaluran bantuan sosial (Bansos) tidak terarah dan tumpang tindih dianggap sebagai penyebab masyarakat tidak lagi memandang program bantuan sosial (Bansos) sebagai hal yang positif.

Kita ambil contoh di Kota Palembang. Sejauh yang terekam dalam pemberitaan media massa, ada banyak orang-orang kaya mendapatkan yang diketahui menerima bantuan sosial (Bansos). Ada banyak nama orang yang sudah meninggal dunia tapi datanya tertera didalam daftar penerima bansos. Sebaliknya, mereka yang membutuhkan bantuan sosial (Bansos) malah sama sekali tidak menerima bantuan.

Mestinya, data penerima bantuan sosial (Bansos) harus sesuai nama dan alamat, serta berbasis nomor induk kependudukan. Di sinilah letak persoalannya. Negara ini tak kunjung naik kelas dalam hal memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

DTKS dipergunakan Kementerian Sosial sebagai basis data pemberian bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat secara nasional. Data awal disodorkan pemerintah Kabupaten dan Kota. Jika terdapat kekeliruan DTKS di Kementerian Sosial, bisa dipastikan ada kesalahan input data dari semua Kabupaten dan Kota se Indonesia.

DTKS mestinya dipadankan dengan data kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri berdasarkan nomor induk kependudukan. Ini pekerjaan rumah pemerintah yang harus secepatnya diselesaikan.

Tidak ada kata terlambat untuk terus-menerus memperbarui data oleh pemerintah daerah. Sebaiknya pembaruan itu melibatkan RT/RW karena pihaknya yang paling mengetahui kondisi situasi di lapangan.

Tidak kalah pentingnya ialah memastikan bantuan sosial (Bansos) tidak terkait kepentingan politik elektoral kepala daerah yang akan maju dalam pilkada di tahun 2020 ini. Di beberapa daerah ditemukan foto kepala daerah didalam bungkusan bantuan sosial (Bansos).

Patut diapresiasi gerakan rakyat yang turut membantu sesama yang terpapar dampak covid-19. Ada gerakan mengumpulkan dan menyalurkan bantuan, ada pula kelompok masyarakat yang membagi-bagikan nasi bungkus. Tidak sedikit warga-warga di perumahan yang tergerak dan bergotong-royong membantu tetangga yang terkena dampak covid-19.

Kemiskinan akibat dampak covid-19 bukan angka statistik belaka. Satu orang saja tidak bisa makan, negara harus hadir memberikan bantuan. Akan tetapi, tanpa perbaikan data, bantuan sosial (Bansos) hanya menimbulkan kecemburuan sosial.

Komentar