BeritaSidikkasus.co.id
Situbondo – Keresahan dan kepanikan serta kekecewaan yang timbul ditengah – tengah masyarakat pegunungan lereng gunung argopuro diakibatkan mangkraknya proses hukum yang belum kelar sampai saat ini belum masuk ke meja hijau atau vakum, terkait mengenai sertifikat tanah dalam lahan hutan lindung dan hutan produksi di tiga dusun diantaranya dusun kocapeh, krajan, plampang, Desa Alas Tengah, Kecamatan Sumber Malang, Kabupaten Situbondo. Selasa (21/4/2020)
Awal permasalahan ini dari uang masyarakat Desa Alas Tengah untuk biaya pembuatan sertifikat prona 2015 dan 2016 berkisar Rp 400.000 sampai Rp 700.000 diserahkan ke bendahara pengurus prona yang berinisial HD (Dsn krajan Ds. alas tengah), kemudian oleh HD diserahkan kepada ketua panitia penyelenggara prona inisial NH yang juga menjabat Ketua BPD Desa Alas Tengah, diduga uang prona dari masyarakat yang terkumpul ada di NH tidak langsung ke BPN Situbondo namun melalui oknum pengacara bernama inisial BR pengurusan sertifikat tanah jalur prona 2015 dan 2016 ke BPN Situbondo.
Yang membuat keresahan dan kepanikan masyarakat bahwa sertifikat yang keluar dari BPN Situbondo ternyata adalah merupakan tanah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikelola perhutani merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
Kemudian timbul permasalahan lagi munculnya sertifikat tersebut tidak diberikan patok batas antara satu dengan lainnya sehingga batas ukuran luas tanah kepemilikan tidak jelas dan dalam peta sertifikat disisi-sisinya tidak tercantum nama-nama pemilik, dikarenakan dari awal tidak adanya proses pengukuran lahan ke lokasi atau dilapangan melainkan hanya proses diatas meja yang dilaksanakan di Balai Desa Alas Tengah yang dihadiri oleh oknum petugas BPN Situbondo namun tanpa sepengetahuan dari pihak Perhutani selaku pengelola hutan lindung dan hutan produksi tersebut menurut keterangan warga setempat yang menjadi korban sengketa lahan tanah.
Proses hukum ini vakum tidak sampai masuk kepengadilan sehingga menimbulkan keresahan dan kekecewaan masyarakat dikarenakan memiliki sertifikat namun lahan tanah tersebut milik Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikelola oleh pihak Perhutani RPH Sumber Malang BKPH Besuki KPH Bondowoso sehingga masyarakat tidak bebas mengelola tanah tersebut tanpa seijin pihak perhutani.
Beberapa korban pungli setelah ditemui awak media MTI memberikan keterangan, diantaranya dengan inisial AS mengatakan, “Sangat merasa dirugikan oleh oknum-oknum panitia penyelenggara prona tahun 2015 dan 2016 yang diselenggarakan di kantor balai Desa Alas Tengah, kemudian kami menuntut keadilan dengan pelaporan ke polres situbondo, namun sampai saat ini mulai tahun 2018 pelaporan proses hukumnya belum ada tindak lanjut atau vakum.” jelasnya
Kemudian dari salah satu korban pungli juga dengan inisial SG mengatakan, ” kami merasa dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, kami harap Aparat Penegak Hukum menindak lanjuti masalah ini ke pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku beserta prosedurnya sesuai UU hukum perdata dan K.U.H.A.P” Harapnya.
(Amin)
Komentar