Oleh: DR Slamet Pribadi
Pengamat Kepolisian
Berkali kali Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Ahmad Yurianto, menyampaikan “kunci dari berkurang dan bertambahnya penyebaran Covid_19 ada di masyarakat” ini berarti Masyarakat berperan besar secara individual dan komunal untuk segera aktif berpartispasi mengurangi penyebaran virus ini.
Sebuah sinyal pencegahan yang terus menerus di sampaikan oleh Juru Bicara Penananganan Covid-19 itu, mewakili pemerintah, agar masyarakat terus terpacu untuk berubah lebih disiplin, bahwa kesadaran yang penuh sangat penting untuk pencegahan.
Beberapa Keputusan Pemerintah sebagai dasar pengambilan kebijakan telah diterbitkan, diantaranya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar, dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pertimbangan kedua Regulasi tsb ada kesamaan diantaranya adalah: penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, pertimbangan yang lain menyebutkan, maka diperlukan upaya menekan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) semakin meluas. Itu narasi pertimbangan terbitnya kedua regulasi tersebut diatas, narasinya sama, ini menunjukkan betapa ada keinginan yang sangat kuat dari Regulator dalam hal ini pemerintah, bahwa pandemi Covid-19 terasa dahsyat sekali penyebarannya, dahsyat sekali dampaknya dan berskala luas ke berbagai bidang.
Dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid) tersebut mengatur Pengertian PSBB adalah “yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9)”.
Dalam pasal 1 Permenkes Nomor Nomor 9 Tahun 2020 juga menentukan sama. Ini juga menunjukkan semangat yang sama, bahwa Regulator sebagai pemegang kebijakan, bekerja keras dalam satu visi soal Kebijakan Hukumnya, yaitu untuk mengurangi merebaknya penularan, perlu ada pembatasan Sosial Berskala Besar, dan masyarakat diupayakan tidak multi tafsir terhadap definisi dan aturan tertentu yang penting.
Dalam ketentuan pasal 1 diatas ada narasi hukum yang berbunyi “pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah” bahwa kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah bisa dianggap sebagai salah satu parameter penyebaran Covid-19, oleh karenanya perlu diatur, atau dibatasi, untuk memutus mata rantai penyebaran.
Lalu siapa yang membatasi, tentu ini adalah sebuat pertanyaan yang harus dijawab bersama, yaitu Penduduk yang di dalamnya ada individu-individu sebagai penyebar atau penerima sebaran Covid-19 dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Peran individu sangatlah penting, agar patuh kepada protokol kesehatan soal Covid-19 yang setiap saat digaungkan oleh Pemerintah, melalui Juru Bicara Penanganan Covid-19, yang setiap hari jumlah manusia yang terinfeksi berkembang rata-rata diantara 150 sampai dengan 200 orang lebih kurang. Jumlah yag harus ditekan seminimal mungkin, yang idealnya setiap hari menjadi berkurang, sedangkan yang sembuh harus meningkat, begitu juga yang wafat juga idealnya dalam prosentase yang berkurang setiap hari.
Kemudian dalam menciptakan tertib sosial mentaati protokol kesehatan dalam situasi Covid-19 ini, dalam pasal 18 Permenkes no 9 tahun 2020 diatas menentukan “Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, instansi berwenang melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam ketentuan diatas meletakkan harapan besar kepada TNI dan POLRI untuk melakukan tugas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, khususnya POLRI yang mempunyai kewenangan dibidang Penegakan hukum bersama aparat Penegak Hukum lainnya. Pasal 18 diatas, agak lebih detail didukung oleh Lapiran Permenkes no 9 tahun 2020 tersebut dalam Huruf D soal Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada butir 7, yang juga mengatur tentang peran TNI dan POLRI dalam melakukan Pembinaan dan Pengawasan.
Pengaturan untuk memerankan TNI dan POLRI ini sungguh tepat, karena dari sisi organisasi, kedua instansi ini, meskipun berbeda matranya, namun kesiap siagaanya personil dan institusional tidak bisa diragukan, mereka sudah terlatih untuk bergerak cepat, bisa digerakkan dalam satu komando operasi, baik operasi militer non perang, maupun operasi Kamtibmas, keduanya dengan disiplin tinggi. Tentu ini cara berpikir strategis pemerintah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan atas keterlibatan TNI dan POLRI tersebut.
Kesuksesan Operasi oleh TNI dan POLRI ini tentu harus ditunjang oleh instansi terkait, unsur kementrian lain beserta jajaranya di daerah-daerah, BNPB dengan jajaranya, tokoh masyarakat dan tokoh agama, secara khusus adalah penduduk sebagaimana ketentuan Undang-Undang dan Permenkes diatas.
Keterlibatan Aparatur Pemerintah dalam soal Pencegahan Penyebaran Covid-19 ini merupakan unsur Government Control setelah berbagai perangkat lunak dikeluarkan. Sementara Jumlah Apaparatur Negara, dalam hal ini BNPB, TNI, POLRi, Aparatur Sipil lainnya tidak sebanding dengan jumlah Penduduk. Aparatur Negara sebaranya pada titik titik tertentu dengan sistem tertentu, karena menyadari yang jumlahnya terbatas.
Partisipasi Masyarakat diperlukan untuk mendukung menekan angka signifikan sebaran Covid-19 di berbagai tempat diseluruh Indonesia. Peran Aparatur tidak mempunya arti apapun, manakala tidak ditunjang denan Partisipasi Masyarakat, minimal masyarakat bertindak pencegahan untuk diri sendiri, kemudian lingkungan terdekatnya, kemudian lingkungan yang lebih luas. Ikut aktipnya masyarakat untuk berperan merupakan unsur Social Control, dimana masyarakat memberikan kontibusi peran, sebanding dengan peran Negara sebagai Government Control.
Pandemi Covid-19 itu lahir dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat, justru masyarakatlah yang paling banyak tahu tentang persoalan dirinya sendiri. Siapa yang mengalami gejala sakit, dan siapa yang perlu dirawat ketempat perawatan atau isolasi, Masyarakatlah yang paling mengetahui, barulah kemudian petugas Negara.
Sistem yang ada di masyarakat harus dibentuk dan di perkuat, meski saat ini masyarakat mulai menggeliat aktip dan positip menjagaan lingkunganya, menurut cara sesuai selera, dan masih parsial, belum terbentuk dengan baik. Keaktifan ini harus ditata kembali. Pada beberapa decade yang lalu, sistem penjagaan seperti ini dikenal dengan Siskamling, dan tempatnya bernama Poskamling.
Dampak Pandemi Covid_19 tidak hanya kepada soal Kesehatan saja, tetapi juga berdampak kepada Kesejahteraan dan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Maka Pengelolaan untuk melakukan Sistem Keamanan untuk mendapatkan Kesejahteraan nantinya harus dilakukan oleh Masyarakat. Kita tidak boleh mengeluh terus menerus, bahwa Covid-19 berdampak kepada kesejahteraan dan Keamanan Masyarakat, akan tetapi kita secara total harus aktip, proaktip menjaga diri dan lingkungan. Pilihannya kita yang tertular, atau kita sebagai penular.
Seorang Perawat RSPI Sulianti Saroso bernama Nurdiansyah, ketika berbicara dihadapan Media, pada hari Minggu (19/4/2020) di Gedung Graha BNPB berbagi kisah, mengkisahkan suka duka merawat Pasien Covid-19, tertularnya para perawat medis, serta stigma negatip dari masyarakat terhadap para diri petugas medis dan keluarganya oleh Masyarakat. Dan Nurdiansyah menyampaikan berharap Masyarakat bertindak sebaga garda depan dalam melawan penyebaran Covid-19.
Dengan situasi seperti sekarang ini, angka penyebaran terus meningkat, masyarakat tidak boleh menyerahkan begitu saja Sistem Keamanan Lingkungannya kepada TNI dan POLRI beserta aparatur lainnya, Pembentukan Poskamling seperti beberapa decade tahun yang lalu, harus ditumbuhkan kembali, sistem kebersamaan harus ditumbuhkan dan harus bisa menjadi Garda depan dalam menekan penyebaran Covid-19, seperti yang diminta oleh Nurdiansyah diatas.
Mengingat jumlah aparatur Negara yang mengelola Kamtibmas tentu sangat terbatas, dengan hitungan apapun dapat dipastikan tidak akan mampu mengatasi cakupan yang begitu luas, saya lihat petugas hanya mampu melakukan cek point di beberapa titik, di jalan-jalan, ujung-ujung keramaian, terminal-terminal, pasar-pasar, dll.
Belum lagi jika diukur dengan kemampuan manusiawi aparat, kelelahan, kebosanan, memikirkan keluarga yang kawatir terhadap penyebaran Covid-19, dan lain-lain. Sementara masyarakat berada di semua titik, baik secara individual, maupun secara kelompok.
Poskamling ini gunanya adalah, agar masyarakat dapat menjadi Polisi bagi diri sendiri dan lingkungan, dan di dalam Poskamling itu terdapat layanan Siskamling bersama Aparat POLRI dan TNI, maupun masyarakat lainnya. Masyarakat juga di Poskamling itu bisa melakukan Layanan Kamtibmas yang terstruktur, dan bisa disesuaikan dengan kearifan lokal daerah setempat. Poskamling di masa Pandemi Covid-19 ini bisa menjadi model Perpolisian masyarakat, dimana masyarakat berperan bagi pengamanan swakarsa yang dikelola oleh Mayarakat sendiri, agar dapat melakukan pencegahan dari penyebaran Covid-19 secara mandiri, tidak bergantung kepada Aparatur Negara. Sedangkan Aparatur Negara memberikan pembinaan Sistem Keamanan, Protokol Kesehatan, dan informasi-informasi resmi terkini soal Penanganan Covid-19 dari Gugus Tugas yang dibentuk oleh Pemerintah.
Jakarta, 19 April 2020.
Slamet Pribadi
Publisher : Teddy
Komentar