Pendemi COVID-19 Hancurkan Ekonomi Rakyat. Alokasikan Anggaran Untuk Bantuan dan Subsidi

Berita sidikkasus.co.id

BANYUWANGI – Pendemi virus corona atau Covid-19 menyebabkan dampak yang sangat buruk bagi perekonomian masyarakat.

Sejumlah sektor sangat merasakan dampak buruk itu. Seperti sektor pariwisata dan turunannya. Bahkan, para pekerja di sektor ini terancam PHK. Akibatnya pekerja mengalami penurunan daya beli untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Oleh karena itu, pemerintah diminta mengalokasikan anggaran Negara untuk membantu para pekerja. Hal itu disampaikan Ketua Pusat Studi dan Advokasi Hak Normatif Pekerja (PUSAKA), Muhammad Helmi Rosyadi.

Muhammad Helmi Rosyadi menuturkan, tidak hanya sektor pariwisata dan turunannya yang terdampak virus corona. Tetapi juga sektor manufaktur dan jasa lainnya yang sudah mulai terasa dampaknya.

Muhammad Helmi Rosyadi yang juga Ketua Aliansi Rakyat Miskin (ARM) ini menegaskan, di Banyuwangi sudah ada pekerja yang dirumahkan bukan karena Work From Home (WFH).

“Para Aparatur Sipil Negara (ASN) di-WFH masih memperoleh gaji. Tetapi pekerja Hotel Illira, Ketapang Indah, Kampung Joglo Ijen yang dirumahkan hanya mendapatkan upah dalam persentase tertentu. Berbeda lagi dengan pekerja harian lepas yang memang hitungan upahnya berdasarkan kehadirannya bekerja, tentunya tidak mendapatkan upah sama sekali,” terang Helmi, Sabtu (4/4/2020).

Lebih lanjut, pekerja formal, khususnya yang padat karya, yang tidak bisa bekerja dari rumah pun berpotensi besar ter-PHK .

Dalam perjalanan mereka ke tempat kerja yang kerap kali tidak mengindahkan social distancing dan kurangnya perhatian untuk menggunakan alat pelindung diri (APD), berpotensi terpapar virus corona.

Tidak hanya pekerja formal, menurutnya, pekerja informal pun merasakan dampak adanya Covid-19 ini.

Kondisi pekerja informal ini sangat rentan terdampak, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Pekerja informal rentan terkena Covid-19. Karena memang dalam pekerjaan kesehariannya, mereka langsung kontak dengan para konsumennya dan tidak menggunakan APD. Karena harga APD sudah mahal saat ini.

Muhammad Helmi Rosyadi menjelaskan, dengan kondisi ekonomi yang lesu saat ini, permintaan juga menurun. Sehingga barang dan jasa yang ditawarkan oleh pekerja informal turut menurun. Pendapatan pekerja informal tidak menentu dan tergantung dari permintaan konsumen.

“Harus ada tindakan cepat dan sistemik untuk menjawab masalah-masalah yang muncul serta mengatisipasi masalah baru yang akan muncul saat ini,” ujarnya.

Untuk jangka pendek, Muhammad Helmi Rosyadi mendorong Kementerian Ketenagakerjaan, Kepala Daerah, pengusaha dan BPJS Ketenagakerjaan mengalokasikan dana untuk menyediakan APD untuk pekerja yang tidak bisa WFH.

“Dengan pengawasan kepada seluruh industri, agar mematuhi protokoler penanganan Covid-19 di tempat kerja. Kemenaker, Kepala Daerah maupun pengusaha bisa bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk menyiapkan APD,” jelasnya.

Di BPJS Ketenagakerjaan, lanjutnya ada alokasi dana Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja untuk APD.

“Dalam kondisi saat ini, saya mendorong BPJS Ketenagakerjaan mengalokasikan lebih besar lagi dana untuk APD bagi pekerja. Tentunya tidak hanya bagi pekerja formal tetapi juga pekerja informal harus diperhatikan dan diberikan APD,” jelasnya.

Untuk konteks ekonomi, Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi pekerja informal, pekerja harian lepas dan pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja yang mengalami kesulitan ekonomi akibat pendemi Covid-19 juga harus diberikan bantuan.

“Yaitu dalam bentuk subsidi atau bantuan yang bisa dialokasikan dari anggaran perjalanan dinas, rapat maupun kegiatan yang melibatkan orang banyak, untuk dialihkan ke subsidi dan bantuan bagi rakyat,” pungkas Helmi. (*)

Publisher : Teddy

Komentar