Berita -Sidikkasus.co.id.
ROHIL – Pernikahan merupakan momen penting dalam kehidupan manusia, apalagi untuk seorang perempuan. Pernikahan menyempurnakan agama seseorang. Selain itu di dalam pernikahan juga banyak unsur budaya yang melekat.
Sebagai orang Indonesia yang di dalamnya terdapat banyak jenis suku, pemanis pernikahan di luar akadnya sendiri dapat dilakukan dengan cara berbeda tergantung dari mana asal sang pengantin. Pernikahan yang sakral, memiliki konsep dan kental akan budaya adalah satu paket pernikahan yang diinginkan oleh setiap pengantin.
Namun dalam kenyataannya, untuk mewujudkan pernikahan semacam itu butuh kerja ekstra keras dan kerjasama banyak orang.
Salah Satu nya di Panipahan, Lain tempat lain pula adatnya. Keanekaragaman adat disetiap daerah menandakan Indonesia kaya dengan adat istiadat, terutama pesta pernikahan masarakat panipahan.
Di Panipahan atau di sebut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir Riau, memiliki adat unik karena pesta pernikahan hanya dilakukan saat air pasang kecil. Tentunya mereka punya alasan tersendiri, yuk simak tradisi ini.
Minggu 25 Januari 2020 pukul 15.30 wib. Resepsi Pernikan Fardossy Manurung dengan pilihan nya Nurhalimah.
DiKecamatan Pasir Limau Kapas yang dahulunya lebih di kenal daerah Panipahan, sebuah daerah di pesisir Pulau Sumatera yang kaya dengan hasil lautnya. Daerah ini saat ini dihuni oleh berbagai suku, yang mayoritas adalah penduduk asli suku Melayu, Tionghoa, Batak, Jawa dan suku lain nya.
Juga panipahan di kenal dengan bahasa kota terapung yang berdiri di atas air langsung berbatasan dengan tanah seberang malaysia dan singapura.
Sampai saat ini daerah Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas masih menjunjung tinggi adat istiadat, terutama suku Melayu yang telah lama mendiami daerah ini, Salah satu adat yang unik dan di Indonesia hanya ditemukan di Pasir Limau Kapas, Pesta pernikahan disini, hanya digelar pada musim saat air laut kecil.
Menurut Saudara Rafi yang merupakan salah Satu Warga Sungai Ular di Panipahan laut, hanya menggelar pesta pernikahan pada saat musim air pasang laut kecil. “Jika air pasang besar, semua penduduk pergi melaut. Kalau pun pesta tak banyak yang datang. Untuk menghadiri pesta, tak melaut dan mereka tak belaok (tak ada ikan),”Seputar kisah pernikahan di Panipahan.
Tradisi pesta pernikahan saat air pasang kecil ini sudah menjadi tradisi, karena sebagian besar penduduk daerah ini bermata pencarian dari hasil laut. “Dah tradisi disini, pesta pernikahan saat air pasang kecil,”jelas nya.
Selain itu, adat Melayu daerah ini masih sangat kental terutama saat pesta pernikahan. Tradisi gotong royong terlihat saat menyambut pesta pernikahan salah seorang keluarga.
Mulai mencari kayu sampai menyiapkan keperluan pesta seperti membuat tratak untuk masak sampai membuat tenda untuk para tamu, Mereka menyiapkan dengan gotong royong dan bahan-bahanya dari kayu, demikian juga untuk para undangan. Daerah ini belum mengenal tenda modern seperti yang kita dijumpai di kota-kota. Sebagian perlengkapan ada juga yang mereka sewa, namun lebih banyak mereka kerjakan secara bergotong royong dengan warga dan tentangga terdekat
Saat menggelar pesta pernikahan, masyarakat desa di kecamatan Palika, saat malam harinya sebelum pesta biasa digelar adat tari Piring Dua Belas, pada malam pertama pesta pernikahan dan pada malam keduanya tuan rumah biasanya melaksanakan dzikir di ujung teratak pelaminan. Ritual ini dilaksanakan sampai subuh, setelah selesai acara makan malam bersama tamu undangan. Pada siang harinya, saat puncak pesta, keluarga pengantin lelaki diiring menuju ke rumah mempelai wanita yang disambut dengan pencak silat sebelum disandingkan di pelaminan.
“Saat pengantin di pelaminan ada acara upah-upah yang dilaksanakan oleh sanak famili dan setelah itu acara berebut bunga yang ada disetiap acara pernikahan,” katanya lebih lanjut.
Setelah selesai acara pesta biasanya para tetangga dan masyarakat setempat akan kembali bergotong royong masih sangat kental dan selalu menjadi ajang silaturahmi masyarakat di wilayah panipahan.(MM)
Komentar