Berita Sidikkasus.co.id
Kabupaten Sukabumi, Desa Parakan Salak Kecamatan Parakan Salak Kabupaten Sukabumi Memiliki Beberapa Program Pelaksanaan Realisasi Anggaran Tahun 2018, dua Sumber Anggaran yang tidak sesuai dengan Laporan Pertangungjawaban Terkait hal itu diduga ada nya Penggelapan Dana Realisasi yang dilakukan Desa Parakan salak Kecamatan Parakan Salak.
Program Anggaran Tahun 2018 diduga telah digelapkan Program Pembangunan Jalan Desa, Lapen RW 07, Hotmik RW 08, Rabat RW 03 Senilai 140.343.000 dimana nilai tersebut jelas terpangpang di Papan Nama Proyek Dana Desa senilai 203,339,000 sedangkan didalam Laporan Pertanggungjawaban Senilai 343,682,000.
Menurut Sumber KPK JABAR Menerangkan Desa Parakan Salak Kecamatan Parakansalak telah mengakui adanya dugaan penggelapan dana, dimana informasi yang kami dapatkan valid hasil dari Investigasi KPK JABAR Dengan pihak Perangkat Desa Parakan Salak .” Terangnya
Bukan Hanya Pembangunan Jalan Desa saja yang diduga digelapkan Dana Bumdes Pun tidak Singkron antara jawaban Perangkat Desa dengan Data yang kami miliki Nilai yang diduga digelapkan sejumlah 20.000.000 hal itu dikutip dari adanya data dari kami senilai 100.000.000 sedangkan saat kami lakukan investigasi pihak Perangkat Desa Menjawab hanya senilai 80.000.000 Anggaran Tahun 2018.”Ungkapnya.
Terkait hal itu, lanjut KPK JABAR atas pengakuan perangkat desa Parakan salak maka diduga melanggar aturan UU Tipikor diantaranya;
1. pasal 2 dan
2. Pasal 3 serta pasal
3. Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
4. Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
5. Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
Berawal dari investigasi kami Desa Parakan salak Kecamatan Parakan salak kami mempertanyakan terkait Dana Desa Tahun 2018, diantaranya :
1. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Oprasional Pos Kesehatan Desa”
2. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Oprasional Paud/MD”
3. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Pelatihan Bidang Kesehatan”
4. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Jalan Desa”
5. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Pembangunan MCK”
6. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Makanan tambahan”
7. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Pembangunan Jalan Pemukiman”
8.” Berapakah nilai Dana Desa Untuk Pemeliharaan Prasarana Jalan Desa”
9. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk Jembatan desa”
10. “Berapakah nilai Dana Desa Untuk dana Bumdes ”
Hanya sepuluh poin yang kami pertanyakan kepada pihak Perangkat Desa. Hal itupun kami sambung pertanyaan lagi mohon penjelasannya setiap titik nya serta anggarannya. Kamipun tidak memaksakan kehendak untuk dijawab bila pihak perangkat desa tidak dapat menjelaskan, hal itu tentunya kami akan lakukan Croscek lapangan oleh Team dari KPK JABAR, “Paparnya.
Pihak Perangkat Desa menjawab serta menjelaskan kepada KPK JABAR terkait rincian dana desa yang dilaksanakan.
“Iya Kang nanti saya jelaskan magrib soalnya saya mesti buka laptop dulu kang soalnya kalau nilai anggaran per item Tahun 2018 sudah lupa”Jawab perangkat Desa.
Rincian yang sudah dilaksanakan :
1. “Insentif Kader 49.500.000
2. “Insentif guru Ngaji dan MD 30.000.000″
” Insentif guru paud 7.980.000″
“Insentif guru RA 2.940.000”
“PMT balita dan anak paud 8.100.000”
3. “Pelatihan Kader Kesehatan 14.354.000”
“Bimtek Kadarkum 10.000.000”
“Bimtek siskeudes 4.966.500”
“Honor operator siskeudes dan puskesos 5.725.000”
4. “Pembangunan Jalan Desa, lapen RW 07, hotmik RW 08, Rabat RW 03 Rp. 343.682.000”
5. “Pembangunan MCK 3 titik Rp 74.483.000”
6. “Kegiatan musyawarah desa 3.701.000”
“Pengembangan Laporan Keuangan/informasi publik 1.000.000”
7. “Pembangunan jalan pemukiman 7 RW Rp 118.814.500”
8. “Pembangunan Drainase 19.250.000”
9. “Pembangunan Jembatan 9.500.000″
KPK JABAR mempertanyakan ulang dari beberapa poin yang dijawab oleh perangkat desa yaitu anggaran Bumdes Desa Tahun 2018 Apakah tidak menganggarkan ? bila ada, berapa nilai Anggarannya ? ”
“berapa bu anggaran Bumdes Tahun 2018”
Sontak terjawab oleh perangkat desa bahwa dana bumdes kami anggarkan senilai 80.000.000, dengan bertanya berulang kali KPK JABAR lebih meyakinkan lagi pertanyaannya, apakah benar anggarannya 80.000.000 dengan lebih yakin perangkat desa menjawab ya itu nilainya untuk tahun 2018.”Terangnya.
Mengingat adanya temuan
dari hasil investigasi kami diduga adanya indikasi Tipikor maka berkas akan langsung kami lanjutkan ke Kejati Provinsi Jawa Barat selebihnya tingkat atas KPK RI.”Ungkapnya.
Dalam Peraturan Pemerintah NO 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, tertuang dalam pasal 13,15 dan 17, pasal tersebut merupakan dasar kami untuk bergerak dalam pelaporan kasus tindak pindana korupsi.
Terkait Desa Lainnya Saya berharap semua nya sesuai dengan riil nyata pelaksanaan serta laporan pertanggungjawaban, Silahkan Kordinasi Bila ada data yang tidak singkron dengan kami sebelum data kami laporkan kepada yang berwenang Bila tidak memahami dan bandel dalam upaya tindakan preventif yang kami lakukan mungkin berkaskan lanjutkan.”Harap KPK JABAR.
Pihak Perangkat desa saat diminta keterangan untuk klarifikasi ngan untuk menjelaskan via tlp ataupun whatsapp bahkan sampai tahap bertemu ngan untuk meng klarifikasi dengan sebuah jawaban jadwal padat dan sibuk terkait hal itu sampai berita ini diterbitkan.”Ungkapnya saat di konfimasi media sidik kasus.
Perlu diketahui bahwa pasal yang diduga dilanggar oleh desa parakan salak sebagai berikut uraiannya ;
Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata “dapat” sebelum unsur “merugikan keuangan perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk yang paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata “dapat” sebelum unsur “merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk yang paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Rumusan Korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang.
Rumusan korupsi pada Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 415 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Rumusan Korupsi pada Pasal 9 UU No 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 416 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
(UR)
Komentar