OPINI.
Oleh: A. Ruslan. S (Mata Sosial)
SUKABUMI – JKN. Secara sederhana, psikologi bisa diartikan sebagai gambaran sesuatu mahluk dari prilakunya yang berhubungan dengan sifat/karekter. Psikologi sendiri merupakan metode atau disiplin ilmu yang khusus mempelajari atau menganalisa tentang karakter/prilaku, serta mental dan fungsinya secara ilmiyah.
Sedangkan politik adalah jika diartikan dengan sederhana atau populisnya, yaitu cara untuk menggapai sesuatu baik kekuasaan atau kepuasan.
Namun dalam hal ini. Saya akan bahas tentang Psikologi Politik. Yang artinya menurut hemat Mata Sosial adalah prilaku politik atau karakter politik secara ilmiyah. Dimana antara psikologi dan politik adalah sama-sama punya keterkaitan yaitu sebagai seni dalam cara.
Cara menganalisa dan cara menguasi. Cara menganalisa prilaku politik dari politikus bisa masuk dalam metode psikologi. Dan cara untuk mencapai tujuan atau kekuasaan dan kepuasan adalah termasuk dalam istilah politik.
Jadi jelas Psikologi Politik adalah dua hal yang saling memberikan power dan gambaran politik untuk menerapkan startegi dan Konsep-konsep dalam meraih suara atau dukungan dari publik. Yang dimana tujuan kekuasaan atau kepuasan itu adalah bisa melayani publik dengan baik dan benar serta penuh cinta. Disinilah peran penting psikologi untuk mengkontrol dan memberikan suatu ketertarikan publik secara lembut namun berefek dahsyat.
Apalagi di ere yang serba informatif dan aplikatif ini, kebutuhan untuk penggunaan teknologi sudah menjadi sesuatu hal yang prioritas. Apalagi dalam dunia komunikasi salah satunya smart phone.
Peta politik harus bisa terlihat jelas, menarik, logis bagi semua kalangan dan mewarnai media sosial atau media massa ini dengan semaksimal mungkin. Sebagai media penyampai pesan yang cepat. Penyampaian pesan baik itu secara tertulis atau secara audio visual, hal ini akan lebih mudah dan praktis di terima masyarakat luas dan langsung ke target sasaran dari berbagai elemen.
Dampaknya sangat langsung diterima atau dirasakan dengan berbagai emotion, komentar, like dan dislike. Atau secara pripasi dengan inbook atau japri (jalur Pribadi).
Hal yang paling menarik. Adalah, secara langsung publik akan; melihat, mendengar, membaca tentang apa yang akan politikus sampaikan dengan visi misinya. Secara psikologis publik akan merasakan getaran atau camestry dengan sendirinya sesuai hasil dari analisa dan pemahaman publik itu sendiri yang sangat pariatif.
Lebih lanjut lagi. Publik akan terus menganalisa sendiri, Menilai sendiri, dan mendiskusikan dengan keluarganya, kalangannya, dengan sahabatnya, dengan siapapun mereka (publik) akan membicarakan, mempromosikan, memarketkan, bahkan mengkritisi pun bisa terjadi. Dengan sukarela dan senang hati.
Disinilah publik akan sangat tertarik dengan prilaku atau karakter (psikologi) politik dari sesorang politikus atau tokoh tertentu. Dengan langkah-langkah persuasif atau ajakan untuk masuk pada pola dan konsep atau gagasan yang akan di terapkan di Sukabumi ini. Dimana publik akan jauh lebih terinspirasi oleh konsep atau gagasan yang di publikasikan lewat berbagai media baik media sosial, media massa, baik secara online, atau cetak atau audio visual dll. Dan hal ini perlu sentuhan-sentukan kreatif yang menarik publik untuk standar awal yaitu minimal menyukai konsep politik dari para kandidat pilkada itu sendiri.
Yang Akhirnya setelah dianalisa, dikaji, dan di rasakan, dipertimbangkan. Publik akan memutuskan, untuk ikut serta berkontribusi pada konsep-konsep yang ditawarkan. Publik akan terus mendorong untuk mewujudkannya sebagai tujuan bersama bukan sebagai janji politik saja.
Menjelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) 2020 nanti di Sukabumi ini. Hemat Mata Sosial, adalah publik bisa terbentuk opini atau sistem dimana akan disibukan mencari calon wakil untuk mendampingi petahana. Kenapa demikian? Karena secara otimatis petahana sudah lebih awal tentunya menghiasi layar smart phone kita dengan berbagai kegiatan dan agenda kerja. Atau karena memang masyarakat umum atau publik dan pemilih pemula sudah mengenal petahana sebagai kepala daerah. Dan hal ini akan sangat memudahkan petahana untuk terus memepertahankan reputasi dan populisnya. Dan tentunya ada poin akhir yang akan mendorong elektabilats dalam meningkatkan kualitas capaian kerja dimasa jabatannya.
Keuntungan yang besar bagi petahana adalah terangkat namanya jadi konsumsi publik bukan hanya karena capain kinerjanya saja. Tapi lebih banyak karena para pengkritiknya, sehingga namanya jadi konsumsi publik secara masal. Masalah baik dan buruknya di mata publik itu nomor sekian, yang terpenting publik atau masyarakat Sukabumi secara merata tiap hari “wiridan” membicarakan sosok petahana. Dengan begitu secara pasikologi akan tertanam secara otomatis. Baik dan buruk opini bisa berubah seiring dinamisnya dunia politik.
Namun ada kekuatan lain yang akan muncul, sebagai energi yang besar bisa menghimpun dan menghidupkan titik suara lain diberbagai kordinat. Jika wakil petahana maju menjadi salah satu kandidat pilkada 2020 nanti.
Hal ini tidak bisa dianggap remeh atau sepele oleh para kandidat lainnya. Karena mengapa? Karena wakil petahana biasanya yang lebih cendrung dekat ke masyarakat dan cendrung menyapa langsung masyarakat sebagai wakil dari petahana. Kesempatan ini, akan mudah diterima dengan masyarakat luas, sehingga menjadi nilai atau poin bagi wakil petahana dalam menyusun greand desain oleh para simpatisannya merekrut dukungan publik.
Secara psikologi politik wakil petahana. Ini akan sangat mudah dalam menyampaikan misi dan visi kedepannya, karena selain populis dikalangan birokrat, juga populis di masyarakat diberbagai elemen. Wakil petahana ini harus bisa menjaga profesionalismenya sebagai wakil petahana. Karena dengan begitu publik akan terus mengukur, menilai, menganalisa, dan mencari peluang untuk menyelaraskan misi dan visi serta akan ‘dibedah’ bersama oleh publik yang mewakili simpatisannya.
Bisa jadi kesolidan dalam team simpatisannya tiap saatnya terjadi komunikasi yang aktif dan dinamis, sehingga kerukunan team terjaga dengan baik. Dan hal ini menjadi suara akara rumput yang kuat dan subur.
Isu “Head to Head” antara petahana dan wakil petahana masuk dalam bursa pilkada. Tentu ini merupakan peluang bagus untuk langkah-langkah atau strategi non petahana dalam melangkah dan maju di bursa pilkada sukabumi 2020 nanti.
Pasalnya, yang tadinya oponi akan cendrung ke pencarian calon wakil, maka akan berubah halauan menjadi pengkonsentarsian suara di satu titik. Entah itu di kubu petahana (bupati dan wakil bupati) atau malah sebaliknya suara akan bermuara dan terkonsentrasi di kandidat Pilkada non petahana.
Hemat Mata Sosial. Psikologi Politik Pilkada di Sukabumi akan cendrung dirindukan oleh masyarakat tentang konsep dan gagasan yang bisa langsung masyarakat terlibat ikut merumuskan dan merasa tanggung jawab penuh dengan realisasi dan penerapan konsep atau gagasan yang akan diusung nantinya.
Misal, konsep atau gagasan yang ditawarkan atau di suguhkan oleh salah satu yang digadang-gadang akan masuk ke bursa pilkada non petahana. Dengan konsepnya Saling Asah, Asuh, Asih ini. Jelas secara psikologis politik tidak ada alasan satu pun untuk menolak konsep ini, karena ini sejatinya merupakan tujuan Politik dari semua politikus dan kandidat pilkada nanti.
Publik atau masyarakat luas dan kaum milenial dengan konsep itu akan sangat responsif dan antusias serta merasakan keterlibatan langsung dengan tanggung jawab untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang Saling Asah, Asuh, Asih. Dalam kehidupan sosial politik yang berbangsa dan bernegara ini.
Secara psikologi politik. Tentu ini menjadi prilaku atau karakter yang sangat dirindukan masyarakat luas. Terlebih situasi politik dan tatanan kehidupan sosial negara kita yang masih banyak terjadi disintegritas dan teroris serta isu-isu yang memecahkan persatuan dan kesatuan.
Diterapkannya konsep di Sukabumi Jawa Barat Ini. Yang notabene sebagai tatar pasundan dan tidak akan terlepas dari tatanan capaian kehidupan yang adil dan makmur serta damai dan aman ini. Sangat sejalan sekali dengan sifat Saling Asah, Asuh, Asih tadi.
Hal yang wajar jika terjadi pengkonsentrasian suara yang akan bermuara pada konsep ini. Dengan sendirinya dan dengan kesadarannya publik secara kolektif kolegial atau secara Individual akan terus memberikan dukungan penuh terhadap konsep ini untuk bisa di realisasikan di Sukabumi ini.
Siomitika dari psikologi politik ini. Akan jadi ‘MUARA’ dimana suara akan di giring atau di akomodir dalam sebuah sistem yang penuh kesadaran dan totalitas serta loyalitas yang handal untuk mewujudkan dan mengangkat potensi tiap daerahnya masing-masing.
Ada edukasi politik dari konsep Saling Asah, Asuh, Asih ini. Dimana poltik tidak melulu saling tindas, sikut, hantam. Tapi masih ada cara-cara yang baik dan menarik dengan logika dan estiteka serta etika yang diterapkan.
Karena pada hakekatnya dinamikan politik seharusnya menciptakan suhu aspirasi yang ber muara sebagai wujud implementasi ideologi negara kita yaitu Pancasila. Bukan menciptakan suhu dan pemicu pertikaian dan perpecahan karena hal tersebut sudah tidak sejalan dengan tujuan polotik dan konstitusi.
Maka sangat cocok dan revolusioner jika konsep Saling Asah, Asuh, Asih ini di terapkan untuk membangun sukabumi 5 tahun kedepan. Ada nilai luhur dalam konsep ini, dimana politik akan jadi kesepakatan bersama yaitu politik adalah sarana ibadah sosial.
Secara Psikologi Politik Petahana masih kuat suaranya. Walaupun diantara petahana secara politik “berpisah”. tapi tetap punya tujuan yang sama membangun Sukabumi.
Namun demikian tetap “Head To Head” ini. Jadi kesempatan dari kalangan non petahana. Tinggal kubu petahana pandai-pandai meminangnya. Karena diperkirakan lumbung suara akan ber “MUARA” di kubu non petahana nantinya.
(ur)
Komentar