MOBIL SIAGA DESA ASTANA LANGGAR DIDUGA “BERMASALAH”

CIREBON – JKN.

Sabtu, 06/04/19. Mobil Siaga Desa Astana Langgar, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, diduga Bermasalah. Berdasarkan informasi dari masyarakat, kronologi pembelian satu unit mobil Suzuki APV second berawal Plat Nomor Polisi B XXXX ??, dibeli dari uang penjualan tanah titisara atau aset Desa, untuk dijadikan Mobil Siaga sebagai fasilitas transportasi layanan warga masyarakat Desa yang membutuhkan.

Akan tetapi setelah mobil tersebut di proses mutasi dari Plat Nomor Polisi B XXXX ??   menjadi  E. 1844. MH, diduga bukan atas nama PEMDES tetapi  atas  nama  pribadi.  Ketika team  JKN  mencoba  konfirmasi kebenarannya  kepada  Kuwu Samsudin di rumahnya, beliau menjelaskan, “Mobil Siaga Desa tersebut benar bahwa,  dulu pada saat pembelian mobil Suzuki APV itu second dengan Plat Nomor Polisi B XXXX ??, lalu saya proses mutasi ke Cirebon menjadi E 1844 MH dan proses balik nama atas nama istri saya yang bernama Sri Rahayu Ningsih bukan PEMDES, itu terjadi pada saat saya masih sebagai Kuwu Desa Astana Langgar periode tahun 2013-2019. Dan per januari saya purna sebagai Kuwu.

“BPKB mobil tersebut saya gadaikan atau saya jadikan sebagai jaminan/agunan pinjaman uang sebesar Rp.15 juta di salah satu koperasi di wilayah Losari dan sampai sekarang BPKB tersebut belum diambil”, ujar Kuwu Samsudin.
Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Masyarakat, mengacu pada penjelasan dari Hukumonline.com, definisi Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

1. Hak dan kewajiban menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.

2. Pendapatan Desa bersumber dari :

3. a. Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa. b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota. d. Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. e. Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan g. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Diduga perbuatan Kuwu tersebut diatas dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (‘UU 31/1999’) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, dimana ada ancaman pidana bagi orang yang menyalahgunakan wewenangnya yang berakibat dapat merugikan keuangan negara.

Pasal 3 UU 31/1999, berbunyi: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 milyar. (Team JKN)

Komentar