Foto: Suasana sidang saat Tim PH membacakan pledoi Wilson Lalengke
LAMPUNG – Pada sidang pembacaan pledoi (pembelaan) kasus Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA di Pengadilan Negeri, Sukadana, Lampung Timur (20/06/2022), Tim Penasehat Hukum (PH), Ujang Kosasih, SH menyatakan, bahwa seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), “Tidak Terbukti Secara Sah dan Meyakinkan”.
Ujang Kosasih, SH mengatakan hal itu dalam pembacaan Pledoi atas kliennya Wilson Lalengke, di hadapan Majelis Hakim, setelah memaparkan naskah pledoi setebal 89 halaman, dengan kesimpulan Nota Pembelaannya.
“Oleh karena itu kami mengajak yang mulia Majelis Hakim pemeriksa perkara aqou dengan kebijaksanaannya untuk mempertimbangkan dan mengabulkan Nota Pembelaan kami ini. Berdasar atas segala sesuatu yang kami uraikan di atas, kami mohon agar kiranya Majelis Hakim dengan segala kewibawaannya berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut: “Menyatakan seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum, atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum”,” ujarnya secara meyakinkan dalam persidangan.
Dalam pledoinya, Ujang Kosasih, SH sebagai Koordinator Tim Penasehat Wilson Lalengke, yang didampingi anggota Tim PH, Heryanrico Silitonga, S.H., CL.A., C.T.A, mengungkap adanya 71 kejanggalan keterangan beberapa saksi, yang berbeda dalam BAP dari kepolisian, dengan keterangan para saksi, saat bersaksi dihadapan Majelis Hakim di persidangan.
Termasuk adanya pemalsuan tandatangan para saksi yang tercantum dalam BAP, yang jelas-jelas hal itu melanggar hukum. Bahkan untuk keseluruhan kejanggalan dan pemalsuan tandatangan, Ujang Kosasih dan Tim meminta kepada Majelis Hakim untuk memeriksa saksi verbalisan dari Kepolisian.
Tak hanya itu. Pasal yang disangkakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengatakan dalam dakwaannya, mengenakan pasal 170 KUHPidana secara sah dan meyakinkan, akan tetapi masih juga menggunakan pasal 335 KUHPidana.
Dikatakan Ujang Kosasih dalam uraian pledoinya, bahwa pasal 170 ayat 1 yang didakwakan JPU juga tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut. Karena terdakwa dan kawan-kawannya melakukan perobohan papan bunga dengan spontan (tidak pernah direncanakan-Red), dan tidak menimbulkan kehancuran papan bunga, dan juga tidak ada korban manusia, akibat perobohan papan bunga, sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 ayat 1 itu.
Sebab itu, Ujang Kosasih bersama Timnya secara meyakinkan kesimpulan Nota Pembelaannya dengan argumentasi dan analisa yang sangat cermat. Bahwa banyaknya fakta-fakta yang sangat berbeda dan tidak meyakinkan, serta adanya kecurangan yang dilakukan, memperkuat keyakinan mereka, untuk menyatakan tidak layaknya pengenaan dakwaan 10 bulan terhadap kliennya, sebagaimana didakwakan JPU.
Sementara itu, pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut Terdakwa 1 Wilson Lalengke 10 bulan penjara, potong masa tahanan, dengan dakwaan pasal 170 ayat 1 KUHPidana. Sedangkan Terdakwa II, Edy Suryadi dan Terdakwa III, Sunarso, masing-masing tuntutan 8 bulan penjara, potong masa tahanan.
Dari kutipan Surat Tuntutan Pidana Nomor Register Perkara: PDM-08/SKD/04/2022 yang ditandatangani 5 (lima) orang Jaksa Penuntut Umum itu dikatakan, Menuntut Majelis Hakim agar memutuskan: Menyatakan Terdakwa I, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA, anak Sion Lalengke, telah bersalah melakukan tindak pidana ”Dengan Terang-terangan dan Dengan Tenaga Bersama Menggunakan Kekerasan Terhadap Orang atau Barang” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kesatu Kami Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana dan telah bersalah melakukan tindak pidana “Secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan atau dengan memakai ancaman kekerasan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Ketiga kami Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Menanggapi digunakannya pasal 335 KUHPidana ini, Ujang Kosasih mengatakan, bahwa pasal ini sudah pernah dibatalkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi. Namun anehnya, kenapa masih digunakan pasal itu, padahal pasal 170 sudah dikenakan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus Wilson Lalengke, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) bermula dari aksi spontan merobohkan papan karangan buga di halaman luar Polres Lampung Timur, 11 Maret 2022 lalu, bersama kawan-kawannya. Hal itu dilakukan karena isi dari tulisan di papan bunga itu adalah Ucapan Selamat dan Sukses kepada Tekab 308 Polres Lampung Timur, yang menangkap seorang wartawan, M. Indra yang dituduh polisi memeras seseorang bernama Rio, karena perselingkuhannya diberitakan.
Rio, pengusaha yang diketahui saudara dari Bupati Lampung Timur itu kemudian melalui Noval (teman M.Indra-Red) menawarkan sejumlah uang, untuk menghapus pemberitaan yang sudah sempat beredar itu. Dan setelah uang Rp. 2,8 juta diserahkan, terjadilah penangkapan yang tidak wajar dari anggota Polres Lampung Timur, dengan 20-an lebih personil, lengkap dengan senjata laras panjang dan sempat menggebuki M. Indra sebelum dibawa ke Polres.
Atas penangkapan yang tidak wajar itu, Wilson Lalengke turun dari Jakarta, ingin bertemu Kapolres Lampung Timur, AKBP. Zaky Alkazar Nasution, dan tidak jelas bisa ditemui atau tidak. Wilson Lalengke ngomel-ngomel, dan hendak ke Polda Lampung untuk melaporkan, namun dia melihat papan bunga di dekat pagar luar Polres, dan menjatuhkannya bersama rekan-rekannya. Tim Media
Komentar