BANYUWANGI, JKN – Pelaku terorisme tentunya bukan ‘sembarang’ orang. Mereka adalah orang-orang yang kukuh terhadap pendiriannya dan setia pada ideologi dianutnya. Lantaran itu, untuk menghadapi narapidana terorisme perlu trik khusus dan kesabaran tinggi. Pendekatan serta pembinaan yang dilakukan pun harus dari hati ke hati.
Seperti halnya hari ini di berikan pembinaan khusus yang sering di lakukan ,oleh pihak rehab napiter , Ade Ahmad bin Abu Daud team rehab dari Ditjen Pas, BNPT, Psikolog dan Ahli Agama di dampingi Wali Napiter.yang di harapkan dari hasil Rehab dan pembinaan nantinya Achmad bertobat dan berniat kembali menjalani kehidupan yang normal seperti halnya warga negara Indonesia lainnya. Tentunya, untuk mencapai pertobatan ini menempuh perjuangan yang tak mudah. Penuh terjal dan berliku. Pendekatan terhadap Achmad harus intensif sehingga ia akhirnya mau terbuka.
Patinya, dari tahap ke tahap,Achmad masih menjaga jarak. Ia menutup diri. Akan tetapi, setelah melalui serangkaian pendekatan, akhirnya ia mau cerita panjang lebar tentang kehidupannya. Di sisi lain,Achmad merasa mendapat teman. Ujung-ujungnya, ia dengan tegas mau bercerita pada pihak Pembina dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Ya, butuh proses yang panjang yang sangat pelik untuk mencapai kondisi seperti itu. Apalagi dalam rangka memberi kesadaran tentang pandangan keliru tentang arti jihad. Pencapaian prestasi BNPT terhadap Achmad dalam melakukan proses deradikalisasi ini menjadi titik tolak meningkatkan kualitas petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Maka, sangatlah penting bagi BNPT untuk menyusun modul identifikasi sebagai bagian dari pembinaan mereka. Ahasil, dengan adanya modul tersebut, proses pembinaan terhadap para napi teroris bisa dilakukan di tingkat petugas Lapas. Pun, dengan adanya modul ini, kualitas petugas Lapas lebih meningkat. Petugas lapas jadi punya panduan dan dasar dalam menjalankan tugasnya.
Seperti dikatakan Kalapas kelas II B Banyuwangi I Ketut Akbar Herry Achjar pihaknya seperti mencari formula yang terbaik bagi orang yang sedang sakit.
“Ibarat orang sakit, ini semacam general check up. Dengan adanya instrumen identikasi itu kita akan tahu ‘penyakitnya’ itu apa dan bagaimana cara penyembuhannya para narapidana tindak pidana terorisme. Nantinya setelah tahu kondisinya, baru akan kita kelompokan, mana yang inti, mana yang militan, pendukung, dan yang penggembira saja.”ungkap Akbar
Lalu, diukur bagaimana pemahaman tentang jihad, bagaimana konsepsi dia tentang hubungan islam dengan negara, keharusan mendirikan negara Islam, dan tingkat dia melakukan tindakan kekerasan, juga tingkat fundamentalisme dan fanatisme.
Konon, dunia internasional mengakui proses deradikalisasi napi terorisme di Indonesia sudah membaik dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Yaman, Mesir, dan Arab Saudi. ujar perwakilan dari BNPT (ari)
Komentar