Berita sidikkasus co.id,
Banyuwangi – Hal itu dibahas dalam hearing penjualan saham PT BSI yang difasilitasi komisi 3 yang membidangi anggaran dan sebagaimana di ketahui bahwa pemerintah daerah Banyuwangi memiliki saham dalam penambangan Emas di Gunung Tumpang Pitu Pesanggaran yang tergabung diperusahaan PT. Merdeka Cooper Gold yang merupakan perusahaan Induk PT BSI (Bumi Sukses Indo).
Gebrakan LSM BCW (Banyuwangi Corruption Watch) membongkar Pat gulipat penjualan saham ini perlu diapresiasi, agar bergerak kembali mesin pengawasan dari rakyat langsung. Kelanjutan hearing dengan komisi 3 DPRD Banyuwangi pada hari Senin 31 Januari 2022 yang bertempat di ruangan khusus DPRD Banyuwangi berjalan sangat dinamis yang hadir sekitar seratus orang ini dihadapi oleh BPKAD sebagai juru bicara Pemerintah Daerah Banyuwangi.
Sebelumnya hearing banyak pertanyaan BCW yang tidak terjawab, heaing yang kedua justru terbongkar banyak kejanggalan. Antara lain penjualan saham Rp. 298 Miliar itu tidak jelas penggunaannya untuk apa…., benarkah rakyat Banyuwangi yang yang diuntungkan ataukah justru oknum oknum pejabat tertentu yang berpesta pora ?….. “Karena penuh kejanggalan , penjualan saham layak dibongkar ” menurut Masruri.
“Sebagai elemen masyarakat Banyuwangi BCW rupanya gak mau kecolongan lagi yang mana rakyat hanya dipakai alat untuk mendapatkan pundi pundi kekayaan oleh para pejabat yang rakus culas. Bisa dibayangkan “Mereka” berpesta pora ditengah kesengsaraan rakyatnya”. Sedangkan kita tahu sampai hari masyarakat Pesanggaran yang menjadi korban langsung dampak penambangan mengalami kehidupan yang tidak sebaik kita, yang tidak terkena dampak langsung. Yaitu; Dampak yang mengerikan selain rusaknya alam yang menyebabkan sumber mata air makin berkurang terlebih lagi banyak rakyat Pesanggaran masuk penjara gara gara menentang penambangan emas tumpang Pitu” Meskipun hearing berjalan tertib tetapi terlihat BPKAD dan bagian Perekonomian Pemkab Banyuwangi kewalahan menjawab pertanyaan pertanyaan yang dilontarkan LSM BCW dan terkesan muter muter tidak jelas .” Misalkan pertanyaan mengenai bagi hasil laba atau deviden. Faktanya Banyuwangi tidak pernah menerima bagi hasil laba dari penambangan Emas Tumpang Pitu” tandas Masruri.
“Aneh bin janggal, mulai tahun 2017 sampai tahun 2020 PT. BSI sebagaimana yang dijelaskan oleh BPKAD sudah mengantongi laba yaitu sbagai berikut : pada tahun 2017 PT. BSI memperoleh laba sebesar 43,1 juta USD, pada tahun 2018 memperoleh laba 57,8 USD, pada tahun 2019 memperoleh laba 69,2 USD dan pada tahun 2020 mempetoleh laba 28,9 USD. BCW mempertanyakan komitmen Golden Share sebesar 10 persen yang pernah dijanjikan Bupati Anas waktu itu kepada rakyat Banyuwangi dan Golden Share atau saham hibah itu sudah dituangkan dalam perjanjian diawal penambangan PT. BSI.
Sekarang bagaimana komitmenya ?” Tandas Masruri.
“Yang membuat keheranan terhadap sikap cueknya pemerintah terhadap ketidak konsistenan perjanjian ini. Sehingga wajar kalau muncul sikap kecurigaan ditengah masyarakat bahwa penjualan saham ini hanya kepentingan elit kekuasaan bukan kepentingan rakyat ”
Bahkan penjualan saham dengan perolehan Rp. 298 Miliar tidak jelas penggunaannya, yang katanya untuk pembangunan di kawasan ring satu yaitu di Kecamatan Pesanggaran yang merupakan wilayah terdampak . Tetapi mana wujudnya gak ada. Bahkan DPRD komisi 3 pun yang membidangi anggaran juga tidak tahu, bahkan sampai sampai Ketua komisi 3 Emy Wahyuni harus menebak nebak “mungkin proyek yang dibiayai hasil jual saham ini pembangunan Puskesmas Pesanggaran ” namun pernyataan ketua komisi 3 ini dibantah sendiri oleh Cahyo Plt BPKAD. Yang katanya,”Dana pembangunan Puskesmas Pesanggaran bukan dari dana hasil penjualan saham tetapi dari dana pusat yaitu Dana Alokasi Khusus”. Disinilah intinya penjualan saham itu minim perencanaan dan terkesan terburu buru sehingga Secara hukum juga banyak yang dilanggar.
Masruri menambahkan, ” Banyak aturan yang ditabrak, ada apa ? “Sebab Kita tahu Bupati Anas waktu itu sudah lengser jadi penjualan saham terjadi dan Bupati baru belum terpilih, lantas siapa yang bertanggungjawab dan bertanda tangan atas penjualan asset milik Pemda ini ? Dusamping itu Perda yang mana yang menjadi acuan penjualan saham ?” Kalau BPKAD bilang gak masalah sebaliknya menurut BCW banyak masalah,” itu jawaban gak bener, sebab kalau Bupati sudah lengser loh yang bertanggungjawab siapa dan bertanda tangan siapa ?…
Yang dikatakan Ketua BCW ini masuk akal,sebab penjualan saham ini terjadi pada tanggal 10 Desember 2020 dan ditransfer ke kas Daerah 15 Desember 2020 wajarlah kalau masyarakat berspekulasi dana yang dicairkan itu untuk biaya pemenangan salah satu kontestan Pilkada yang memiliki akses kekuasaan”, pungkas Masruri.
( Joen SDK )
Komentar